Bebas Bersosial Media, Hoax Semakin Meluas

Shofy Maulidya Fatihah
Ilustrasi sosial media yang dipenuhi hoax
Ilustrasi sosial media yang dipenuhi hoax

Wartacakrawala.com – Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi saat ini sudah sangat pesat dan banyak dirasakan oleh segala kalangan. Dengan adanya perkembangan teknologi dan infromasi juga membuat masyarakat lebih mudah menyebarkan dan menerima sebuah informasi hanya melalui telepon genggam (Handphone) yang didukung dengan sosial media didalamnya.

Dengan media sosial pengguna dapat mengunggah apa saja yang diinginkan kepada orang lain tanpa adanya penyaringan informasi dari pihak ketiga. Hal ini membuat masyarakat merasa memiliki hak penuh untuk mengunggah apa saja yang mereka suka. Dan sayangnya, masih banyak masyarakat yang menyalahgunakan hak kebebasan bermedia sosial ini untuk melakukan kejahatan melalui internet atau biasa disebut Cyber Crime.

Salah satunya untuk mengunggah konten-konten yang tidak benar (hoax) atau istilah dalam jurnalistik adalah libel, yang artinya berita bohong, tidak benar, sehingga menjurus pada kasus pencemaran nama baik. Hoax sendiri bertujuan untuk menyebarkan berita palsu untuk mengajak pembaca percaya dengan isi berita tersebut, pada umumnya oknum yang menyebarkan hoax berniat untuk sekedar lelucon, iseng hingga menggiring opini publik ke arah yang salah. Terlebih jika pengguna media sosial tidak kritis dengan suatu berita dan langsung membagikan kepada pengguna yang lain.

Baca juga: Gandeng Malang Institute, BEM Unira Kaji Peran Milenial Menyambut Bonus Demografi

Seperti yang kita tahu, hoax di Indonesia bukan lagi sebagai permasalahan kecil. Banyak kasus penyebaran hoax terutama media sosial seperti facebook, instagram, twitter dan lain sebagainya. Mengutip dari Kominfo.go.id, data Kemenkominfo menyebutkan bahwa ada sekitar 800.000 situs di Indonesia yang telah terindikasi sebagai penyebar informasi palsu. Sehingga bisa kita lihat bahwa Indonesia sangat rawan penyebaran berita hoax.

Berdasarkan hasil dari penelitian Masyarakat Telematika Indonesia (2017), jenis hoax yang sering diterima oleh masyarakat adalah dalam bidang sosial politik, pilkada, pemerintah dan juga SARA. Dengan kasus-kasus berbentuk sebuah informasi, gambar/foto, video. Oleh karena itu hoax juga mempunyai dimensi pidana yang cukup kompleks, seperti hukuman pidana sampai ke arah hak asasi manusia.

Kasus hoax juga semakin meningkat di masa pandemi seperti saat ini, banyaknya informasi terkait Covid-19 menjadikan masyarakat bisa memanfaatkan momentum seperti ini untuk memperkeruh keadaan dengan cara menyebar informasi yang tidak benar. Biasanya hoax disebarkan melalui pesan berantai lewat whatsapp paling sering.

Contoh kasus hoax baru saja terjadi pada bulan Januari 2021 kemarin, dimana ada salah satu video yang beredar di whatsapp. Video ini berupa seseorang yang memperlihatkan sebuah uang koin seribu rupiah yang menempel di lengan area bekas suntikan vaksin Covid-19 dan mengatakan bahwa vaksin Covid-19 mengandung magnet. Video ini cukup menggegerkan masyarakat karena banyaknya orang yang membagikan video tanpa tau kebenarannya.

Baca juga: Lagi! PSM “GITASURYA” UMM Jadi Juara

Kenyataannya memang video yang disebarkan itu tidak benar, dr. Siti Nadia Tarmidzi selaku jubir Vaksinasi COVID-19 Kemenkes mengatakan jumlah cairan vaksin yang disuntikan hanya 0,5 cc dan akan segera menyebar di seluruh jaringan sekitar, sehingga tidak ada carian yg tersisa. Dan logam bisa saja menempel ke kulit dikarenakan keadaan kulit yang lembab maupun karena keringat. Sebenarnya masih banyak kasus-kasus hoax yang lain di Indonesia, bahkan hal ini sudah masuk kedalam perbuatan cyber crime. Perbuatan ini sudah dilarang dan mendapatkan ancaman hukuman.

Bagi penyebar hoax, dapat diancam Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Undang-Undang ITE (UU ITE) yang menyatakan “Setiap orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik yang Dapat diancam pidana berdasarkan Pasal 45 A Ayat (1) Undang-Undang Nomer 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yaitu diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak satu miliar rupiah. Namun nampaknya hukum tersebut masih belum jelas pelaku yang seperti apa yang dapat masuk dalam hukuman tersebut.

Oleh karena itu pelanggaran tindak pidana yang melanggar pasal 28 ayat 1 Undang-Undang No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang menjelaskan tentang penyebaran berita hoax atau kabar bohong: “Setiap orang yang apabila dengan sengaja dan tanpa mempunyai hak untuk menyebar luaskan berita bohong dan menyesatkan seseorang yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.”(16,28,29) Sehingga pasal 28 ayat (1) memenuhi unsur:

a. Kepada pelaku penyebar berita bohong hoax adalah mencakup setiap orang baik pelaku maupun membagikan.

b. Sebuah bentuk kesengajaan yang tanpa hak menyebarluaskan berita bohong dan menyesatkan orang lain, serta juga terbukti melakukan perbuatan tindak pidana yang telah diancamkan pasal tersebut yang dimaksud disini adalah sesuatu kesalahan yang sengaja dibuat. Melawan hukum disini menjelaskan perbuatan yang tidak memiliki hak. Tidak memiliki hak disini yang dimaksud adalah tindakan yang menyebabkan perlawanan hukum.

c. Seseorang yang telah dengan sengaja membagikan berita yang tidak sesuai dengan fakta. Maka disama artikan dengan perbuatan menyebarkan.
Dari adanya kasus-kasus hoax di Indonesia, banyak faktor yang menyebabkan hoax mudah tersebar seperti yang utama yaitu masih kurangnya literasi masyarakat Indonesia. Sehingga saat masyarakat mendapatkan sebuah berita baru tidak di cari terlebih dahulu sumbernya melainkan langsung diserbarkan kepada orang lain. Faktor yang kedua, masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang suka berbincang-bincang. Hal ini mendorong masyarakat memperbincangkan berita baru yang tidak tau sumbernya darimana. Selain itu pengguna smartphone yang memiliki karakter beragam juga berpengaruh, apalagi tipe bapak-bapak atau ibu-ibu pengguna facebook atau whatsapp yang biasanya mendapatkan pesan berantai dengan judul provokatif langsung percaya dan membagikan ke grup maupun ke kerabat.

Berbagai faktor di atas menjadikan peluang penyebaran hoax di Indonesia semakin mudah. Tanpa kita sadari masyarakat seakan-akan dituntun tanpa sadar untuk menyebarkan hal-hal yang belum tahu sumbernya dan kebenarannya. Dan hal ini juga menimpulkan efek negatif bagi masyarakat yang membaca berita hoax. Masyarakat bisa saja ikut tersulut emosi sehingga menimmbulkan berbagai opini negatif yang bisa menyebabkan disentegrasi bangsa. Dan berita hoax juga dapat menimbulkan kebencian dan hasutan kepada orang banyak untuk melakukan huru-hara maupun pemberontakan dan sebagainya.

Untuk itu masyarakat Indonesia harus cerdas lagi dalam menyaring sebuah berita dengan cara:

Baca juga: KH Nawawi Sidogiri Wafat, Gus Mahrus: Kita Kehilangan Sosok Ulama Panutan

  1. Tidak mudah percaya dengan judul provokatif

Banyak berita-berita yang disebarkan dengan judul provokatif untuk menghasut pembaca, oleh karena itu pembaca harus teliti apakah judul tersebut benar dan membandingkan dengan situs online resmi apakah berita tersebut sama atau ada yang dirubah

  1. Mengecek alamat situs

Dengan adanya link yang tersebar, masyarakat harus mengecek terlebih dahulu apakah alamat situs tersebut resmi atau bukan untuk memastikan kebenaran sebuah informasi. Jika informasi berasal dari situs yang belum terverifikasi sebagai institusi pers resmi atau contohnya menggunakan blog, maka bisa disebut informasi tersebut belum tentu benar.

  1. Cek Keaslian Foto

Dalam penyebaran informasi biasanya oknum menggunakan foto yang sudah lampau atau sudah diedit dan memasukkan kedalam berita yang didukung juga oleh judul yang memprovokasi. Sehingga masyarakat dapat mengecek melalui Google, dengan memasukkan foto ke kolom pencarian Google Images. Hasil serupa yang muncul dapat mengetahui apakah foto tersebut asli atau tidak.

Dari cara-cara tersebut, setidaknya masyarakat jauh lebih teliti sebelum menyebarkan berita ke orang lain dan menyebabkan berita hoax semakin merajalela di Indonesia. (*)

*)Penulis : Galuh Kusuma Wardhani, Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Malang

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi Wartacakrawala.com

*)Opini di Wartacakrawala.com terbuka untuk umum

*)Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post
Gambar Uya Kuya beserta keluarga dan Denise Chariesta

Pentingnya Bermedia Sosial dengan Bijak

Next Post
Para Santri Berfoto Memegang Al-Qur'an Dalam Realisasi Program YDSF Peduli Pondok Pesantren Dipelosok

Peduli Pesantren Pelosok : YDSF Jember Distribusikan Bantuan Paket Ibadah dan Mushaf Al Qur’an

Related Posts