Hari Natal: Momentum Meneguhkan Toleransi

Shofy Maulidya Fatihah
Mustain Romli

Wartacakrawala.com – Pada tanggal 25 Desember tahun 2020 bertepatan dengan dirayakannya hari natal oleh penganut agama kristen. Di mana hari Natal tersebut mempunyai makna tersendiri sebagai perwujudan dari rasa syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan kehidupan yang layak. Rasa syukur tersebut dilakukan bersama keluarga atau orang terdekat. Mulai dari makan bersama, menyiapkan segala kebutuhan, dan yang paling penting adalah memanjatkan doa-doa kebaikan.

Di sisi lain, kita tahu bahwa di hari natal sebenarnya mengandung arti yang begitu penting dalam rangka menjaga kesatuan dan keberagaman di Indonesia, lebih-lebih dunia. Yakni sebagai momentum meneguhkan toleransi yang menjadi salah satu dasar kehidupan bangsa Indonesia. Bagaimana semestinya hari natal menjadi wadah untuk lebih meningkatkan lagi tentang pemahaman toleransi yang sesungguhnya. Menciptakan tranformasi ke arah yang lebih baik, yaitu masyarakat yang sadar akan dampak dan pentingnya toleransi sesama umat beragama.

Tak jarang kita temui bagaimana stigma yang diberikan masyarakat dan orang-orang tertentu yang terlalu fanatis terhadap ucapan “Selamat Hari Natal”. Padahal sejatinya, ketika ditelaah lebih mendalam, sebetulnya kita sedang belajar untuk menjadi manusia yang memang diciptakan secara berbeda-beda. Namun harus saling menghargai dan mengasihi. Begitu juga agama, agama di dunia bervarian adanya. Baik juga di Indonesia, terdapat enam agama yang disahkan sebagai bagian dari Indonesia. Dan tentu, kita juga wajib melestarikan kesejahteraan dalam menunjang keberadaan toleransi antar umat beragama.

Baca juga: Piala Dunia U-20 Batal Dilaksanakan pada 2021

Masyarakat sekarang mungkin juga kita sendiri kadang terlalu dini memahami perbedaan, termakan omongan yang tak bertanggung jawab, terlalu gampang mengambil hadist yang digunakan sebagai pembenaran untuk menolak perbedaan. Padahal, justru kebenaran itu masih belum valid atau bisa dipercaya. Sehingga banyak masyarakat juga kita sendiri gampang terprovokasi atau terbawa arus. Dan pada akhirnya, koar-koar sana-sini menyalahkan siapapun yang turut mengucapkan “Selamat Hari Natal” kepada penganut agama lain.

Yang seharusnya dipahami adalah bagaimana negara Indonesia sendiri yang menjadikan pancasila sebagai dasar kehidupan bangsa dan negara. Sudah tentu, sebagai bagian dari tanah air Indonesia seharusnya mampu mengimplementasikan nilai-nilai setiap sila yang tercantum dalam pancasila dikehidupan sehari-hari. Di mana di setiap sila mengandung arti masing-masing yang tidak hanya sekedar dihafalkan tetapi juga diamalkan. Dari sinilah diharapkan mampu melahirkan elemen masyarakat yang terbuka terhadap keberadaan nilai-nilai pancasila itu sendiri, khususnya nilai yang memuat toleransi.

Seperti yang sangat relevan dengan toleransi yakni sila pertama yang berbunyi “Ketuhanan yang Maha Esa”. Di sila tersebut sebenarnya sangat mewakili keberadaan toleransi, dasar roda kehidupan bangsa Indonesia yang majemuk dan menggambarkan seperti apa hakikatnya Indonesia dengan keberagamannya. Hal inilah sebenarnya yang harus menjadi perhatian utama kita juga masyarakat, yang rentan digiring opini, melihat permasalahan hanya dari satu sudut. Coba bayangkan, ketika problem mengucapkan “Selamat Hari Natal” selalu saja ditanggapi dengan kata “kafir atau bid’ah”. Apakah mungkin ketenangan dalam menjalani hubungan antar umat beragama dapat terealisasikan. Justru yang terjadi adalah kebingungan yang dialami kita dan juga masyarakat, gampangnya meligitimasi segala permasalahan tanpa berpikir panjang, dan yang paling ditakuti adalah dapat menimbulkan perpecahan disebabkan menjustifikasi sesuatu dengan gampang.

Baca juga: Pandemi Tidak Menjadi Halangan Kegiatan KKN UPI

Di samping juga, kita pasti tahu, agama-agama senantiasa mengajarkan kebaikan dan kedamaian di alam semesta, seperti juga agama Islam. Islam dikenal sebagai agama yang rahmatallil alamin, menjunjung tinggi perbedaan, menyayangi rasa persaudaraan (baik itu saudara se-agama maupun saudara sebagai manusia). Aneh sebenarnya, jika kita menemui orang-orang yang beragama Islam tapi dengan mudah membenarkan sesuatu dengan sumbu pemikiran pendek atau tanpa pertimbangan lebih lanjut mengenai perbedaan. Jika boleh mengutip pendapat DR (H.C) Hj. Shinta Nuriyah Abdurrahman Wahid M.Hum, bahwa perbedaan adalah keindahan yang harus terus dirawat, dipertahankan dan dijadikan kebanggaan bersama.

Sudah sepatutnya kita, masyakarakat atau siapapun tidak mempermasalahkan lagi dan memperpanjang persoalan mengutarakan “Selamat Hari Natal” sebagai polemik yang tak berkesudahan dan berpotensi menimbulkan perpecahan. Mari sama-sama merangkul perbedaan itu atas dasar kemanusiaan, mengaktualisasikan cita-cita yang terkandung dalam nilai sila pertama, dan bersama menumbuhkan kesadaran toleransi untuk kita semua. Siapa yang tak ingin hidup penuh perdamaian dan kebahagiaan. Semua pasti menginginkannya. Semoga toleransi senantiasa tetap teguh. (*)

*)Penulis: Mustain Romli, Mahasiswa Universitas Nurul Jadid. Jurusan Manajemen Pendidikan Islam

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi Wartacakrawala.com

*)Opini di Wartacakrawala.com terbuka untuk umum

*)Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Piala Dunia U-20 Batal Dilaksanakan pada 2021

Next Post

Melalui PIP, Pelajar Bisa Dapat Bantuan 1 Juta Rupiah, Ini Caranya

Related Posts