Jihad Digital Santri Milenial

Shofy Maulidya Fatihah
A. Hirzan Anwari, Mahasantri Ma'had Aly Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo
A. Hirzan Anwari, Mahasantri Ma’had Aly Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo

Wartacakrawala.com – Zaman telah berubah. Kini, sampai waktunya di era digitalisasi. Di mana, semua media, mulai dari penggunaan media cetak, video ataupun audio, dialihkan menjadi media berbasis digital. Di zaman ini, hiruk pikuk kehidupan manusia sangat mudah terjamah. Termasuk dalam mensyiarkan suatu ajaran. Baik yang murni (baca: Lillahitaala), maupun atas dasar kepentingan yang lain.

Indonesia, sebagai negara yang memiliki ragam agama, di dalamnya juga terdapat ragam aliran. Baik yang melembaga dan diakui, maupun yang masih sembunyi-sembunyi. Di antara ajaran yang tidak tampak itu, tidak sedikit yang menyimpang dari tradisi, bahkan mengancam keutuhan NKRI. Mereka memanfaatkan media berbasis digital sebagai senjata ampuh untuk melancarkan misinya.Objek utamanya tidak lain mereka yang masih awam dalam beragama.

Hal ini juga dimanfaatkan karena ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap media berbasis digital semakin riskan. Dilansir dari TiNewss.com, jumlah pengguna media sosial di Indonesia pada awal tahun 2022 diproyeksikan mencapai 191,4 juta. Dari data ini, tidak dipungkiri mayoritas kebutuhan primer seperti agama, begitu cepat diakses melalui media digital. Terutama bagi masyarakat urban yang cenderung hidup instan, termasuk dalam mempelajari ilmu agama. Dalam keadaan seperti inilah, kelompok garis keras menemukan momentumnya.

Seiring dengan maraknya misi yang dilancarkan oleh kelompok garis keras melalui media sosial, sudah sepatutnya kaum santri, khususnya dari kalangan Ahlu Sunnah wal Jamaah yang memiliki kapasitas keilmuwan agama dan media digital yang memumpuni, harus mampu bersaing dengan cara melakukan perlawanan terhadap konten-konten yang dapat menggoyahkan tradisi ataupun keutuhan NKRI. Perwalanan yang dimaksud bukan menyerang pusat kantor medianya secara fisik, tetapi perlawanan berbasis digital. Dalam bahasa agamanya, disebut jihad. Untuk memantapkan makna jihad, perlu kita periksa dan renungkan kembali pekik Resolusi Jihad oleh KH. Hasyim Asyari, dan makna Jihad yang relevan di era digitalisasi.

Baca juga: Politik Jungkir Balik

Fatwa Resolusi Jihad
Pasca perang antara Jepang dan Sekutu. Pemberontakan pribumi sempat reda, dan kemerdekaan bangsa Indonesia telah diproklamasikan oleh Soekarno dan Hatta di Pegangsaan Timur. Namun sisa-sisa bentuk penjajahan belum terkikis dari bumi pertiwi. Dalam keadaan demikian, KH. Hasyim Asyari berinisiatif untuk mengundang para ulama dan konsul-konsul Nahdlatul Ulama se-Jawa dan Madura untuk merundingkan langkah-langkah yang diperlukan.

Pada tanggal 21-22 Oktober 1945, para kiai dari segala lapisan masyarakat mulai berdatangan, tak terkecuali dari Jawa Barat, seperti Kiai Abbas Buntet, Kiai Satori Arjawinangun, Kiai Amin Babagan Ciwaringin-Cirebon, dan Kiai Sudhai Indramayu. Hal terpenting dibahas adalah status hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Setelah dibahas darurat selama dua hari dengan pimpinan sidang Kiai Wahab, maka diambillah titik temu dengan berpedoman pada sumber-sumber hukum Islam, peserta musyawarah sepakat bahwa, kemerdekaan Negara Indonesia adalah sah.

Dalam hal ini, KH. Hasyim Asyari juga menyatakan bahwa, status kemerdekaan Negara Indonesia sah secara fikih. Karena itu, umat Islam wajib berjihad untuk mempertahankannya. Kemudian untuk merespon sikap Sekutu yang arogan dan kembali ingin menjajah bangsa Indonesia, Kiai Hasyim, atas nama Pengurus Besar Jamiah NU, memfatwakan seruan jihad fi sabilillah kepada setiap muslim untuk mempertahankan kemerdekaan sampai titik darah penghabisan.

Baca juga: Pengaruh KDRT Terhadap Tingkat Belajar Anak2

Makna Jihad dalam Islam
Dalam terminologi Islam, jihad diartikan sebagai perjuangan sungguh-sungguh mengerahkan segala potensi dan keampuan yang dimliki untuk mencapai tujuan, khususnya dalam mempertahankan kebenaran, kebaikan, dan keluhuran. Perlu digaris bawahi bahwa, tidak semua jihad digunakan untuk berjuang di jalan Allah, karena ada banyak ayat pula yang berarti berjuang seoptimal mungkin untuk mencapai tujuan tertentu. Misalnya, Q.S. al-Ankabut/19:8 dan Luqman/31:15, yang masing-masing berbicara tentang konteks hubungan antara anak yang beriman dan orang tuanya yang kafir, dalam hal ini juga menggunakan term jihad.

Dalam sejarahnya, ayat-ayat yang turun di Makkah, masih berbicara seputar akidah dan keimanan. Misalnya, pada Q.S. al-Ankabut/29:6 dan 69. Patron kata yang digunakan menggambarkan adanya upaya sungguh-sungguh, atau tepatnya jihad di sini bermakna mujahadah. Dalam ayat lain, Q.S. al-Furqon/25:52, yang juga ayat Makkiyah, Allah memerintahkan Rasul, agar berjihad dengan al-Quran, khusus bagi orang yang beriman, dan memahami kandungannya. Banyaknya bentuk ini mengindikasikan bahwa begitu luasnya beraneka ragam makna jihad, yakni perjuangan secara total meliputi seluruh aspek kehidupan. Termasuk jihad di era digitalisasi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post
Rona Qotrunnada, Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta jurusan Pendidikan Kimia 2020

Pengaruh KDRT Terhadap Tingkat Belajar Anak

Next Post
Salah satu wilayah Kabupaten Malang yang diterjang banjir, Desa Lebakharjo Ampelgading

Kabupaten Malang Bagian Selatan Dikepung Banjir, 5 Kecamatan Terdampak

Related Posts