Jihad Digital
Dari pemaparan di atas, ada titik temu antara tuntutan jihad di masa penjajahan kolonial dan era digitalisasi, yakni menjaga keutuhan NKRI. Yang berbeda hanya objek musuh yang diperangi. Maka sudah seharusnya, kalangan santri harus melek teknologi, agar turut andil berjihad melawan kelompok yang mencoba merongrong negara ini.
Banyak cara yang bisa diupayakan, di antaranya mengadakan sosialisasi tentang pentingnya tanggap terhadap perubahan setiap zaman, mengadakan pelatihan secara bertahap tentang pengoperasian media digital yang dibutuhkan, dan menciptakan wadah khusus bagi yang sudah dianggap memenuhi standar kelayakan. Tentu, semua ini membutuhkan faisilitas yang memadai. Sejauh ini, sudah banyak lembga berhaluan Asawaja, khususnya Nahdliyin, telah memulai program ini.
Tidak cukup hanya sekedar memberikan pelatihan dan mahir mengoperasikan media digital saja, tetapi kiat dalam mengkreasikan konten harus terus digenjot. Konten yang disajikan dikemas semenarik mungkin. Tujuannya untuk meraup followers atau viewers yang banyak. Ini penting, agar algoritma di platform media bisa didominasi. Selain menarik, dalil-dalil yang dicantumkan juga harus jelas, baik dalil primer, maupun dalil sekunder yang dikutip dari kitab-kitab turots, seperti Fathu al-Qarib, Fathu al-Muin, Tuhfa at-Thullab, Iqna, dan kitab-kitab madzhab Syafii lainnya.
*)Penulis: A. Hirzan Anwari, Mahasantri Ma’had Aly Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi Wartacakrawala.com
*)Opini di Wartacakrawala.com terbuka untuk umum
*)Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim
