Kontroversi Pemeran Zahra, Cyber Bullying Tidak Dibenarkan

Shofy Maulidya Fatihah
Pemeran Zahra di Sinetron Suara Hati Istri
Pemeran Zahra di Sinetron Suara Hati Istri

Wartacakrawala.com – Di zaman modern saat ini, teknologi sudah mengalami berbagai macam perkembangan. Salah satu bentuk teknologi yang mengalami perkembangan tersebut adalah teknologi informasi dan komunikasi, seperti smartphone dan laptop. Dalam penggunaan kedua perangkat tersebut pastinya juga diimbangi dengan hadirnya teknologi berupa jaringan internet yang semakin cepat. Sehingga, dengan adanya teknologi informasi dan komunikasi saat ini, memunculkan berbagai macam aplikasi yang menunjang dalam penggunaan keduanya.

Di Indonesia sendiri, hadirnya teknologi tersebut sangat digemari oleh berbagai macam lapisan masyarakat, terutama anak remaja. Mengapa demikian? Karena, dengan adanya teknologi tersebut dapat memudahkan masyarakat dalam melakukan berbagai macam aktivitas. Selain memudahkan, internet juga memiliki tarif yang relatif murah. Sehingga, masyarakat selalu menggunakan teknologi tersebut untuk menunjang kebutuhannya. Bahkan, dalam kehidupan sehari-hari pun banyak masyarakat yang merasa tidak mampu untuk meninggalkan teknologi tersebut.

Menurut laporan terbaru yang dirilis oleh layanan manajemen konten HootSuite, dan agensi pemasaran media sosial We Are Social dalam laporan bertajuk “Digital 2021”, mengatakan bahwa pengguna internet di Indonesia pada tahun 2021 mengalami peningkatan sebanyak 15,5 persen dari tahun sebelumnya. Dalam artian, penetrasi internet di Indonesia pada awal 2021 mencapai 73,3 persen.

Baca juga: Peduli Pesantren Pelosok : YDSF Jember Distribusikan Bantuan Paket Ibadah dan Mushaf Al Qur’an

Selain internet, masyarakat Indonesia juga menjadi pengguna media sosial, yang mana menurut McGraw Hill Dictionary – Media sosial adalah sarana yang digunakan oleh orang-orang untuk berinteraksi satu sama lain dengan cara menciptakan, berbagi, serta bertukar informasi dan gagasan dalam sebuah jaringan dan komunitas virtual. Sehingga, dengan adanya media sosial ini dapat memudahkan masyarakat dalam melakukan komunikasi baik dari jarak dekat maupun jarak jauh.

Masih dengan sumber yang sama, yaitu We Are Social mengatakan total populasi penduduk Indonesia sebanyak 274,9 juta jiwa, dimana pengguna aktif media sosialnya mencapai 170 juta. Sehingga, jumlah pengguna media sosial di Indonesia sama dengan 61,8 persen dari total populasi pada Januari 2021. Angka ini juga meningkat 10 juta, atau sekitar 6,3 persen dibandingkan tahun lalu. Melihat hal tersebut, menunjukkan bahwa dengan adanya peningkatan dalam penggunaan internet dan media sosial pada masyarakat yang tidak diimbangi oleh penggunaan secara baik bisa memunculkan dampak negatif, salah satunya adalah tindakan cyberbullying.

Cyberbullying adalah sebuah tindakan berupa perundungan dengan menggunakan teknologi digital, seperti media elektronik yang mana dilakukan secara berulang-ulang dari waktu ke waktu kepada seseorang melalui dunia maya. Tindakan tersebut secara tidak sadar sering kali dilakukan oleh masyarakat melalui media sosial, platform chatting, hingga platform games. Dimana, media sosial menjadi salah satu media yang sering kali dijadikan sebagai tempat atau wadah untuk melakukan cyberbullying daripada platform yang lain. Media sosial yang menjadi nomor satu dalam melakukan perundungan dunia maya adalah media sosial instagram, yang mana saat ini masyarakat juga menggunakan media sosial tersebut untuk berinteraksi dengan orang lain atau bahkan memanfaatkannya sebagai peluang bisnis untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Akan tetapi, masih banyak masyarakat yang justru menyalahgunakan media sosial tersebut.

Di Indonesia, kasus cyberbullying kerap kali terjadi, dimana menurut data dari Polda Metro Jaya tahun 2019 menyebutkan bahwa setidaknya ada 25 kasus cyberbullying dilaporkan setiap harinya, dengan persentase sebanyak 42% terjadi di instagram, 37 % di facebook dan 9% di twitter. Salah satu bentuk kasus cyberbullying di media sosial yang akhir-akhir ini terjadi ialah pembullyan Lea Ciarachel yang memerankan sosok Zahra dalam sinetron Suara Hati Istri : Zahra yang kerap menuai kontroversi pada awal bulan juni lalu.

Baca juga: Lagi! PSM “GITASURYA” UMM Jadi Juara

Menurut Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Rita Pranawati mengatakan, dalam sinetron tersebut ada potensi eksploitasi ekonomi dan seksual dari tayangan tersebut. sesuai dengan Undang-Undang No 32 Tahun 2002 Pasal 36 ayat (3) terkait Pelaksanaan Siaran berisikan bahwa, “Isi siaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada khalayak khusus, yaitu anak-anak dan remaja, dengan menyiarkan mata acara pada waktu yang tepat, dan lembaga penyiaran wajib mencantumkan dan/atau menyebutkan klasifikasi khalayak sesuai dengan isi siaran”. Dimana, sinetron Suara Hati Istri : Zahra memiliki jam tayang yang masih menjadi jam bagi usia anak-anak untuk menonton televisi, yaitu pukul 18.00 WIB.

Sinetron Suara Hati Istri : Zahra juga menuai kontroversi lantaran salah satu pemerannya masih berusia 15 tahun (Lea Ciarachel), dimana ia berperan sebagai istri ketiga. Selain itu, sinetron yang diperankan oleh Lea Ciarachel juga dianggap oleh netizen sebagai bentuk pembiaran praktik pedofilia. Sehingga, sinetron tersebut dihentikan sementara oleh KPI untuk ditindaklanjuti. Akan tetapi, meski diberhentikan sementara dan digantinya peran Zahra tidak menutup kemungkinan Lea Ciarachel akan mendapatkan hujatan dari netizen.

Melalui kanal YouTube Vlog Boy William yang berjudul “Exclusive! Pemeran Zahra Buka Suara ke Boy! #DrinksWithBoy”, Lea mengaku mendapat ujaran kebencian di akun media sosial Instagram miliknya yang bernama @Ciarachelfx.

“Goblok banget sih mau aja nerima tawaran kayak gitu.” Ungkap Lea mengenai ujaran kebencian yang ia baca.

Saat ia tahu mendapat kata-kata yang tidak senonoh dari para netizen membuatnya sedih hingga 2 hari tidak berhenti menangis. Selain itu, ia juga merasa sedih saat mengetahui pemeran dalam sinetron tersebut diganti. Karena, dari pihak yang bersangkutan tidak mengabarkan terkait pergantian pemeran dan judul dari sinetron tersebut.

Baca juga: Pentingnya Bermedia Sosial dengan Bijak

Melihat kasus yang dialami oleh Lea Ciarachel menunjukkan bahwa, mungkin benar adanya sinetron tersebut tidak layak untuk ditayangkan karena beberapa hal, seperti usia pemeran yang relatif masih di bawah umur. Akan tetapi, pembullyan yang dilakukan netizen terhadap Lea melalui akun media sosial miliknya pun tidak dinilai benar. Sebab, apapun bentuk kesalahan yang dilakukan oleh seseorang, pembullyan bukanlah hal yang pantas dianggap benar, karena tidak bisa menyelesaikan suatu masalah. Melainkan, sebuah hal yang harus dihindari dan dikurangi dari dunia maya, karena akan memperkeruh sebuah masalah.

Melalui kasus yang dihadapi Lea Ciarachel, terdapat hukum media yang bisa dijadikan acuan, yaitu Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang berbunyi:

“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”.

Adapun ancaman pidana bagi mereka yang memenuhi unsur dalam Pasal 27 ayat (3) UU 19 Tahun 2016 adalah dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 750 juta.

Baca juga: Bebas Bersosial Media, Hoax Semakin Meluas

Selain dampak yang didapatkan oleh pihak pelaku, korban cyberbullying juga pasti merasakan dampak yang jauh lebih besar, sebab dampak yang dirasakan berhubungan dengan psikis seseorang. Contohnya, kesehatan mental yang menurun hingga menjadi depresi, menarik diri karena kehilangan rasa percaya diri, bahkan parahnya bisa memiliki keinginan untuk mengakhiri hidup.

Meski terdapat hukum media yang mengatur tentang kasus cyberbullying, tidak menutup kemungkinan kasus tersebut akan berkurang atau bahkan tidak terjadi. Karena, kita tidak bisa hanya mengandalkan UU yang dibuat oleh pemerintah. Melainkan, kita harus memulainya dari diri kita sendiri, dengan cara memahami bagaimana peran sebuah media dalam kehidupan saat ini dan yang terpenting adalah menambah literasi media. Sebab, sebelum kita memilih untuk menjadi pengguna media massa terutama media sosial, kita harus tahu apa itu media massa? Dan apa fungsi serta peran dari media massa terlebih dahulu. Sehingga, kita tidak asal menilai seseorang melalui media sosialnya yang kemudian menghina atau bahkan menfitnah seseorang pada kolom komentar miliknya. Karena, kita tidak tahu apa yang akan terjadi dibalik hujatan atau komentar jahat yang diberikan oleh netizen dalam akun media sosial korban cyberbullying.

Maka dari itu, untuk mengurangi kasus cyberbullying di Indonesia perlu diatur sebagaimana mestinya, baik dari pemerintah yang harus menegakkan atau mempertegas kembali hukum mengenai Undang-Undang ITE, maupun masyarakat Indonesia yang harus meningkatkan literasi medianya. Agar, dalam penggunaan media massa baik dari media sosial maupun media lainnya tidak merugikan diri kita sendiri maupun orang lain.

*)Penulis : Amanda Luthfi Indrasari, Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Malang

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi Wartacakrawala.com

*)Opini di Wartacakrawala.com terbuka untuk umum

*)Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim

Total
0
Shares
0 Share
0 Tweet
0 Pin it
0 Share
0 Share
0 Share
0 Share
Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post
Para Santri Berfoto Memegang Al-Qur'an Dalam Realisasi Program YDSF Peduli Pondok Pesantren Dipelosok

Peduli Pesantren Pelosok : YDSF Jember Distribusikan Bantuan Paket Ibadah dan Mushaf Al Qur’an

Next Post
Ilustrasi penayangan acara komedi Ini Talk Show

Etika Penyampaian Acara yang Melanggar Hukum P3SPS

Related Posts
Total
0
Share