Wartacakrawala.com – Rabu (9/12/2020) malam adalah hari nahas bagi Ibu Sumiatim (45). Ibu rumah tangga asal Desa Sumberejo, Kecamatan Gedangan itu tertangkap Satgas Anti Money Politic Polres Malang. Sumiatim tertangkap tangan sedang membagikan 100 amplop berisi uang Rp 20ribuan dan stiker Paslon 2 Ladub (Latifah- Didik). Polres akhirnya menahan operator amplop tersebut.
Sumiatim hanyalah bidak catur dari permainan politik uang pada Pilkada Kabupaten Malang. Info terpercaya menyebutkan bahwa ada kurang dari 400.000 amplop yang beredar tanpa terungkap. Secara hukum apakah mungkin mengungkap dalang dibalik ratusan amplop Ibu Sumiatim?
Sebagai suatu organisasi, partai politik adalah suatu korporasi atau pribadi hukum yang memiliki status dan pengaturan yang berbeda dengan bentuk badan hukum (juristic person) lainnya. Partai politik memiliki hak dan kewajiban sendiri yang berbeda dengan hak dan kewajiban setiap anggotanya. Ketika partai politik adalah suatu badan hukum maka akan terdapat suatu konsekuensi hukum atas atas segala tindakan atau perbuatan hukum dari badan hukum tersebut.
Dengan konstruksi pelaku fungsional dan sistem sanksi yang ada dalam Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2008 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, maka kepada aparat penegak hukum agar tidak perlu ada keraguan lagi untuk mengajukan partai politik sebagai pelaku tindak pidana, karena peraturan perundang-undangan telah menempatkan partai politik sebagai subjek tindak pidana dan dapat dipertanggungjawabkan secara pidana.
Konsep pertanggungjawaban pidana partai politik menunjukkan bahwa partai politik sebagai subjek hukum pidana, yaitu, pertama, pengurus partai politik sebagai pelaku dan pengurus yang bertanggung jawab dengan tujuan pemidanaan pencegahan umum, tujuan pemidanaan pencegahan individual, kedua, partai politik sebagai pelaku dan pengurus partai politik yang bertanggung jawab dengan tujuan pemidanaan adalah untuk penguatan norma, ketiga, partai politik sebagai pelaku dan partai politik yang bertanggung jawab dengan tujuan pemidanaan integratif.
Sanksi pidana dapat dikenakan terhadap partai politik yakni jenis sanksi pidana kecuali yang disebutkan dalam KUHP yakni pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan selebihnya sanksi tersebut hanya dibebankan kepada organ atau pengurus dari partai politik tersebut.
Dalam perkembangannya muncul pertanyaan apakah partai politik yang melakukan tindak pidana tersebut ataukah pengurus maupun anggota partai politik yang memanfaatkan partai politik tersebut untuk melakukan tindak pidana?
Harus dipahami bahwa pada proses ini usaha-usaha agar sifat delik yang dilakukan oleh badan hukum/korporasi dibatasi pada perorangan (natuurlijke persoon). Sehingga apabila suatu tindak pidana terjadi dalam lingkungan badan hukum/korporasi, maka tindak pidana itu dianggap dilakukan oleh pengurus badan hukum/korporasi tersebut.
Persoalan pertanggungjawaban pidana terhadap partai politik sebenarnya tidak terlepas dari Ketentuan Umum Hukum Pidana, yaitu Buku I KUHP yang hanya mengenal orang perseorangan yang menjadi pelaku tindak pidana.
Dalam perkara Ibu Sumiatim, negara mengatur larangan politik uang pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) dalam Undang-undang Pilkada Nomor 10 Tahun 2016.
Pasal 187A Ayat (1) UU Pilkada menyebutkan bahwa setiap orang yang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi pemilih dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 tahun dan paling lama 72 tahun. Sementara, sanksi administrasi diatur dalam Pasal 73. Abhan mengatakan, sanksi administrasi paling berat ialah diskualifikasi peserta Pilkada.
Merujuk kepada doktrin-doktrin dalam hukum pidana, kualifikasi politik uang yang dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana, dengan merujuk Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, yakni bila pelakunya telah memenuhi unsur melakukan perbuatan bujuk rayu dengan iming-iming imbalan sejumlah uang tertentu untuk mempengaruhi pemilih berkenaan otoritas hak pilihnya terhadap calon kepala daerah yang hendak dipilih.
Selanjutnya, upaya penegakan hukum pidana terhadap pihak terkait dalam pilkada yang diindikasikan terlibat praktik politik uang, terbagi atas dua aspek, yakni aspek pertama, penegakan hukum secara preventif, yang bersifat pencegahan sebelum terjadinya tindak pidana, dan secara represif, yang bersifat penindakan atau penjatuhan sanksi pidana terhadap dugaan tindak pidana politik uang di perhelatan pilkada, yang prosedur penjatuhan sanksi tentu saja merujuk kepada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.
Dikutip dari Kompas.com (2019) memberitakan bahwa terjadi 6 Kasus Politik Uang Jelang Pilkada. Dari artikel dalam Kompas.com disebutkan bahwa terjadi beberapa kasus dalam proses Pilkada, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Bawaslu Kota Pekanbaru melakukan operasi tangkap tangan dan menyita barang bukti Ratusan Juta Rupiah Di Dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh Bawaslu di Pekanbaru pada Selasa (16/4/2019) jam 13.30 WIB berhasil melakukan penangkapan terhadap empat orang terduga melakukan politik uang. Dari tangan pelaku diamankan Uang sebesar Rp. 506.400.000, dimana penangkapan ini terjadi karena adanya laporan dari masyarakat tentang pelaku yang diduga akan melakukan serangan fajar pada masa tenang kampanye Pilkada tahun 2019.
2. Polres Nias Tangkap Caleg Gerindra Polres Nias juga melakukan OTT terhadap seorang calon anggota legislatif DPRD Sumatera Utara (Sumut) dari Partai Gerindra yang juga merupakan ketua tim pemenangan calon presiden nomor urut 02 di Pulau Nias berinisial DRG, Selasa (16/4/2019). Selain DRG, polisi juga menangkap tiga orang lain, yaitu MH (37), KT (18), dan FL. Berdasarkan keterangan polisi, DRG diamankan bersama tiga orang tim suksesnya di posko pemenangan relawan di Jalan Sirao, Kelurahan Pasar, Gunungsitoli, Kota Gunungsitoli, Sumatera Utara. Selain itu, polisi juga mengamankan sejumlah barang bukti berupa uang Rp 60 juta dan sejumlah dokumen lain. Kapolres Nias AKBP Deni Kurniawan mengatakan, penangkapan DRG dan tiga orang itu diduga terkait politik uang. “Ada aktivitas yang bukan biasanya terjadi di posko tersebut,” kata Deni di Mapolres Nias, Selasa. Tiga pelaku mengaku akan membagikan uang tersebut kepada 2.400 orang.
3. Caleg dan Tim Sukses diamankan terkait Money Politic di Karo Polres Karo berhasil melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Karo, yaitu dengan menangkap tiga orang tim sukses dan dua caleg yang terduga melakukan politik uang. Dari ketiga orang yang ditangkap adalah Tim Sukses dari calon partai Gerindra di Karo. Pada saat diamankan pelaku membawa uang Rp. 11.700.000 beserta tiga kartu nama dengan inisial TJG caleg DPR, IM caleg DPRD provinsi, dan KS caleg DPRD kabupaten/kota.
4. Caleg Golkar tertangkap tangan sedang melakukan Politik Uang Caleg Golkar di Sulbar berinisial HSL tertangkap telah melakukan politik uang dengan membagikan uang di rumah salah satu masyarakat di di Desa Sumarrang, Polewali Mandar, Sulawesi Barat, Senin (15/4/2019). Kasus HSL kini sedang ditangani Bawaslu Polewali Mandar. Dari tangan pelaku diamankan sejumlah barang bukti dan didapati bahwa pelaku sedang membagikan uangs ebesar Rp. 200.000 untuk setiap anggota keluarga yang telah ditetapkan sebagai pemilih.
5. Politisi Gerindra jadi tersangka Politik Uang Wakil Bupati pun menjadi tersangka atas dugaan politik uang yang telah dilakukan. Kasus ini terjadi di Kabupaten Padang Lawas Utara, Sumatera Utara, Masdalipa Siregar. Dalam penangkapan tersebut, polisi mengamankan 87 lembar amplop berisi uang Rp 43,4 juta.
6. 80 Amplop Diamankan Dari posko pemenangan M. Taufik yang berlokasi di Warakas, pada Senin (15/4/2019) diamankan 80 amplop yang diduga sebagai sarana politik uang dalam upaya memperoleh suara dalam pemilihan. Dari tangan pelaku ditemukan bahwa setiap amplop berisi uang tunai sebesar Rp. 500.000.
Berdasarkan studi kasus di atas, Polres Malang sebaiknya tidak ragu untuk merujuk pada yurisprudensi perkara serupa. Perkuat Penyidikan dan pengambilan keterangan dari Ibu Sumiati tanpa ragu, karena pada perkara ini kehormatan dan citra kepolisian di hadapan jutaan warga Kabupaten Malang dipertaruhkan. Kami menanti Polisi mengungkap dalang dibalik amplop di tangan Ibu Sumiatim.(*)
*)Penulis: Zulham A Mubarrok, (LPBHNU Kabupaten Malang, Ketua BBHA DPC PDI Perjuangan 2014-2019)
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi Wartacakrawala.com
*)Opini di Wartacakrawala.com terbuka untuk umum
*)Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim
Related Posts
Indonesia adalah Negara Kekuasaan yang Dibentengi dengan Hukum
Wartacakrawala.com – “Negara Hukum hanya terampil memproduksi kekerasan, demokrasi prosedural, perilaku politik transaksional, peradilan hukum yang terjebak pada…
Literasi TIK untuk Pengembangan Diri Mahasiswa Teknik
Wartacakrawala.com – Pada awal tahun 2020 masyarakat Indonesia diresahkan dengan adanya wabah virus yang mematikan. Tidak hanya masyarakat…
Ahmad Basarah Tegaskan Kemenangan SanDi di Pilkada Kabupaten Malang
Wartacakrawala.com – Ketua DPP PDI Perjuangan Ahmad Basarah mengumumkan secara resmi Pasangan SANDI (HM Sanusi MM-Didik Gatot Subroto)…