Pemanfaatan E-Commerce untuk Meningkatkan Omset Penjualan

Luluk Mukarromah
Roy Hanafi, mahasiswa Pascasarjana Universitas Islam Malang
Roy Hanafi, mahasiswa Pascasarjana Universitas Islam Malang

Wartacakrawala.com – Wabah merupakan musibah yang tidak bisa kita hindari, tapi harus kita sikapi dengan bijaksana. Sejak kemunculan sebuah virus yang bernama Covid-19 di Kota Wuhan, China sejak Desember 2019, berdampak pada kehidupan sosial, ekonomi, budaya, pendidikan, dan lain-lain. Terlebih ketika virus Covid-19 ini mewabah ke seluruh negara-negara di dunia, termasuk salah satunya ke Negara Indonesia.

Karena Indonesia memiliki jumlah penduduk yang cukup besar yaitu sebanyak 268.583.016 jiwa (Dukcapil, 2020). Walaupun pemerintah melakukan gerak cepat dalam penanganan Covid 19, tetapi jumlah kasus dan yang meninggal dunia begitu cepat pergerakannya. Di awal Maret 2020 pemerintah sudah mengumumkan bahwa keberadaan Covid-19 merupakan sebuah pandemi, sehingga setiap institusi, baik institusi pendidikan dari mulai TK, SD, SMP, SMA, sampai Perguruan Tinggi, institusi bisnis, komunitas sosial, keagaamaan, dan institusi lainnya yang melakukan interaksi langsung agar diliburkan dalam arti semua aktivitas dilakukan di rumah (Work From Home) yang merupakan salah satu langkah dalam mengurangi penyebaran virus Covid-19 dengan memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Situasi pandemi seperti sekarang ini mengharuskan setiap orang merubah pola rutinitasnya. Aktivitas pekerjaan, belajar, belanja, bahkan berjualan pun sebisa mungkin dilakukan di rumah. Perkembangan dunia Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) memberikan manfaat yang besar di masa wabah ini.

Dengan adanya kebijakan pemerintah Work From Home (WFH) dan atau Stay at Home, berdampak pada tingkat permintaan efektif yang langsung di lapangan secara signifikan menurun. Mereka yang sumber penghasilannya tidak tetap seperti ojek online (ojol), supir taksi, buruh bangunan, buruh tani, buruh kebun, dan yang lainya yang tidak tetap penghasilannya otomatis permintaan efektif menurun.

Pemerintah memberikan solusi kepada masyarakat berpenghasilan tidak tetap dengan bantuan langsung berupa listrik  450 watt gratis dan 900 watt bayar hanya 50 % sampai akhir bulan Juni 2020 yang kemudian diperpanjang hingga bulan Maret 2021. Selain listrik juga ada penurunan pajak, penundaan waktu pembayaran kredit, dan bantuan langsung kebutuhan pokok.

Namun hal ini juga berdampak pada para pelaku usaha, terutama para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), Usaha Mikro dan Kecil (UKM), maupun pelaku usaha skala besar. Para pelaku usaha harus memutar otak untuk bisa memasarkan produk atau jasa mereka ke konsumen, sebagai strategi brand bertahan di tengah pandemi Covid-19. Para pelaku bisnis mengoptimalkan pemasaran online dan digital branding sebagai sarana komunikasi dengan target konsumennya.

Baca juga: Intensitas Penggunaan internet dan Peran Vital Industri Telekomunikasi

Beberapa sektor bisnis yang berpotensi mengalami penurunan penjualan ialah bengkel, restoran, salon, properti, tour & travel, hotel, mall, dan beberapa sektor bisnis lainnya. Selain itu terdapat beberapa sektor bisnis yang berpotensi stabil dan mengalami kenaikan seperti produk kesehatan yang dibutuhkan saat pandemi, e-commerce, toko sembako, apotek, toko jamu, provider internet, jasa penyedia video conference, aplikasi belajar dari rumah, dan yang lainnya. Dengan adanya permasalahan tersebut, para pelaku usaha harus menyikapinya dengan cepat dan tepat dalam mengubah strategi marketingnya untuk menghindari terjadinya rugi akibat pandemi ini.

Pelaku usaha dapat mulai dari fokus ke pemasaran digital melalui website yang dijadikan e-commerce, social media, penjualan melalui marketplace, dan membentuk tim reseller untuk menjual produk barang atau jasa yang ditawarkan. Dalam masa pandemi Covid-19 ini, pemasar harus cepat beradaptasi dengan diberlakukannya social distancing. Karena sudah pasti sangat memengaruhi perubahan besar dalam tren perilaku konsumen dalam berbelanja. Konsumen lebih merasa aman jika berbelanja melalui social media, marketplace, maupun website. Karena mereka tidak perlu keluar rumah untuk belanja kebutuhan sehari-hari yang dilakukan demi keamanan dan kesehatan mereka agar terhindar dari Covid-19.

Bagi pelaku usaha produk elektronik, mereka bisa membuka layanan belanja dari rumah. Bahkan, ada perusahaan kosmetik yang meluncurkan produk hand sanitizer dan langsung dipasarkan secara nasional melalui jaringan ritel modern dan marketplace. Sedangkan untuk pelaku usaha kuliner dapat beralih membuat produk ready to eat, ready to cook, dan ready to drink serta frozen food yang dipasarkan melalui konsep pesan antar, konsep reseller, dan penjualan melalui aplikasi.

Di era pandemi Covid-19 sekarang ini, para pelaku usaha harus bijak dalam mengalokasikan dana usahanya. Harus lebih meningkatkan kreativitas saat menciptakan sebuah produk itu harus dilakukan, apalagi saat work from home seperti sekarang ini. Pelaku usaha dapat melakukan pemasaran yang menarik bagi konsumen, selain untuk mengurangi penyebarasan Covid-19 tetapi juga dapat mempermudah para konsumen agar tidak perlu keluar rumah. Selain itu kegiatan branding yang tepat, seperti campaign belanja dari rumah, branding melalui media online, media sosial, website official, membuat online festival dengan memberikan diskon khusus, dan lain sebagainya.

Selain strategi di atas, pelaku usaha juga dapat menerapkan lima prinsip untuk bertindak di media sosial selama Covid-19, yakni: (1) Amati. Amati terlebih dahulu apa yang diperlukan oleh konsumen , lalu tanggapi. (2) Sensitif. Evaluasi kembali apa yang telah dikonsep. (3) Transparan. Berkomunikasi secara terbuka dan menerima umpan balik dan masukan dari konsumen. (4) Adaptasikan strategi. Adaptasikan strategi yang telah dirancang berdasarkan perilaku baru. (5) Bangkitlah untuk kesempatan di era pandemi Covid-19.

Alvin Toffler (1980) dalam bukunya “The Third Wave” mengatakan bahwa “Tomorrow’s illiterate will not be the man who can’t read; he will be the man who has not learned how to learn” Jadi, pada waktu dia menulis buku tersebut di tahun 80-an, dia sudah mengatakan bahwa definisi orang yang buta aksara di masa yang akan datang, bukanlah orang yang tidak bisa membaca, melainkan orang yang tidak tahu bagaimana caranya belajar. Karena, hanya orang yang memiliki kemampuan untuk terus belajarlah yang akan survive atas perubahan yang arahnya belum kita ketahui sekarang.

Hal ini terjadi pada masa sekarang dimana saat pandemi Covid-19 seperti ini para pelaku usaha dituntut untuk dapat belajar agar tetap bisa bertahan melalui semua perubahan yang terjadi. Maka dari pandemi Covid 19 ini bagi para pelaku usaha khususnya dan bagi masyarakat luas pada umumnya, kita dipaksa untuk mau belajar terhadap pola rutinitas yang baru, dimana semua kegiatan dilakukan tanpa keluar rumah dengan memanfaatkan teknologi yang kita miliki. Bagi para pelaku usaha agar tetap bisa bertahan dan tidak mengalami kerugian. Serta bagi masyarakat agar tetap bisa mengikuti anjuran pemerintah dalam rangka mengurangi penyebaran virus Covid-19. (*)



*)Penulis: Roy Hanafi, mahasiswa Pascasarjana Universitas Islam Malang

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi Wartacakrawala.com

*)Opini di Wartacakrawala.com terbuka untuk umum

*)Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post
Nuriah Fadhilaturachman Program Studi Sistem Telekomunikasi 2020 Kelas A, Universitas Pendidikan Indonesia

Intensitas Penggunaan internet dan Peran Vital Industri Telekomunikasi

Next Post
Penulis: Roy Hanafi dan Muhammad Ali Yafi, mahasiswa Pascasarjana Universitas Islam Malang

Fungsi dan Peran Manajemen Sumber Daya Manusia saat Pandemi COVID-19

Related Posts