Wartacakrawala – Pemberhentian ketua PWNU Jatim K.H Marzuki Mustamar menuai kontroversi publik, hal ini membuat kericuhan di Internal NU itu sendiri. Dari berbagai sumber yang ada, tidak ada kejelasan dari PBNU yang memberhentikan K.H Marzuqi Mustamar sebagai ketua PWNU Jatim.
Ditengah panasnya kontestasi pemilu 2024, banyak yang berasumsi bahwa hal ini dikarenakan beda pandangan politik untuk mendukung salah satu paslon. Jika benar, sangat disayangkan jika hanya karena kepentingan politik ini membuat Integritas ormas NU menurun.
NU sukses menjadi organisasi Islam terbesar di Indonesia yang bergerak di bidang keagamaan, pendidikan, sosial dan ekonomi. Hal ini dikarenakan hirarki struktural yang kuat dari tingkat Nasional hingga Desa dan juga keberadaan tokoh ulama yang ada di dalamnya. Keberadaan tokoh ulama menjadi titik sentral mengapa NU selain berungsi sebagai strukural juga sebagai kultural di masyarakat khususnya.
Dengan adanya problematika yang ada, NU seharusnya mampu menjaga integritas Khittah NU pada ajaran islam Ahlusunnah wal Jama’ah An-Nahdliyah. Seperti yang kita tahu ada 4 prinsip dalam Aswaja An-Nahdliyah yakni Tawassuth (pertengahan), Tawazun (Seimbang), Ta’adul (adil) dan Tasamuh (toleransi). Dari 4 prinsip tersebut, penulis meyakini bahwa retaknya harmonisasi keluarga besar NU adalah karena tidak ada satu prinsip pun yang digunakan oleh para oknum-oknum yang ada di dalamnya ketika mengambil sebuah keputusan atau kebijakan.
Padahal Keberadaan tokoh ulama itu menjadi sosok suri tauladan bagi Masyarakat sekitar, kehadiran tokoh ulama menjadikan adanya silatul-fikr di tengah masyarakat. Juga menjadi logistik keilmuan masyarakat sekitar. Intinya, para tokoh-tokoh tersebut juga harus mampu menjaga nama baik NU itu sendiri.
Pemberhentian K.H Marzuki Mustamar Merupakan Kafatalan Terbesar PBNU?
K.H Marzuki Mustamar ketua PWNU yang diberhentikan oleh PBNU merupakan tokoh Ulama yang tidak perlu untuk diragukan kualitasnya, beliau adalah salah satu ulama yang sudah tidak asing bagi kalangan warga Jawa Timur khususnya.
Selain menjadi pengasuh Pondok Pesantren Sabilurrosyad Gasek, Malang, Jawa Timur. Beliau juga aktif menjadi dosen di Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
Tak jarang beliau memberikan pengajian atau mauidzhoh kepada umat. Mulai mengisi pengajian dari masjid ke masjid, blusukan keliling kampung dan lain sebagainya. Kedalaman ilmunya sangat dirasakan oleh umat.
Jadi, keberadaan K.H Marzuki Mustamar ini sangat berpengaruh di kalangan masyarakat. Walaupun beliau menjadi ketua PWNU Jatim, tanggung jawab untuk memberikan ilmu kepada kalangan masyarakat tetap dilaksanakan. Artinya beliau tidak pernah melambung tinggi karena jabatannya. Tentu kiprah beliau di masyarakat tidak perlu diragukan lagi.
Oleh karena itu penulis beranggapan dengan pemberhentian K.H Marzuki Mustamar merupakan sebuah kefatalan besar PBNU, ibarat membuang berlian yang indah.
Harapan penulis yang merupakan seorang ketua komisariat PMII Unikama Cabang Kota Malang juga sebagai kader Muda NU, berharap masalah ini tidak berlarut-larut. Karena baginya ini adalah sebuah aib bagi NU itu sendiri, yang seharusnya tidak sampai ke telinga publik karena akan sangat mempengaruhi harmonisasi warga NU secara keseluruhan. Hal ini pasti akan muncul pro dan kontra, Karena tokoh-tokoh yang bersebrangan mempunyai pendukung dari akar rumputnya masing-masing. Kembali konteks awal, bahawa baliau semua merupakan seorang tokoh ulama yang sangat besar.
Terlepas pemberhentian K.H Marzuki Mustamar sebagai ketua PWNU Jatim itu sesuai prosedur atau tidaknya, juga dalam momentum politik saat ini. Perbedaan pandangan politik para tokoh-tokoh yang ada di dalamnya tidak mendegradasi untuk tetap satu jalan bagaimana menjaga komitmen NU sebagai Ormas yang memegang Islam Ahlusunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah.
Penulis : Danang Adi K (Kader PMII Unikama)
