Pro Kontra Pembelajaran Daring dari Pandangan Guru, Siswa, dan Orang Tua

Avatar
Penulis: Rima Irfiani, Mahasiswi Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Pendidikan Indonesia

Wartacakrawala.com – Pro kontra pembelajaran daring dari pandangan guru, siswa, dan orangtua menjadi hal yang bertolak belakang satu sama lain. Awal mula diberlakukan pembelajaran daring ialah ketika hampir tiap negara dilanda pandemi virus Corona atau Covid-19. Virus tersebut pertama kali muncul di kota Wuhan, China. Kota Wuhan menjadi gempar dengan warganya yang terkena virus, hingga menyebar ke berbagai wilayah di kota Wuhan sampai berbagai negara lainnya di dunia.

Kasus pertama virus Corona atau Covid-19 masuk ke Indonesia adalah pada saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan pada tanggal 2 Maret 2020 sudah ada 2 orang WNI yaitu perempuan berusia 31 tahun dan seorang ibu 64 tahun terindikasi tertular Covid-19. Hingga saat ini mulai menyebar ke berbagai kalangan, mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga lansia. Virus tersebut menyebar tanpa pandang bulu. Hingga saat ini sudah ada belasan ribu jiwa yang meninggal karena tertular virus Covid-19. Dikhawatirkan virus ini menyebar terlalu jauh, maka masyarakat diharuskan untuk tetap berada di rumah.

Bagaimana Kebijakan Pemerintah dalam Proses Pembelajaran Masa Pandemi?

Pemerintah melalui Kemendikbud (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) telah mengeluarkan kebijakan Tahun Ajaran Baru 2020/2021 di masa pandemi Covid-19 proses belajar mengajar dilakukan secara daring atau online. Pemerintah beranggapan bahwa pembelajaran daring di kalangan sekolah menjadi solusi pada masa pademi, dengan dibantu berbagai macam aplikasi pendukung pembelajaran daring agar guru, siswa, dan orangtua selaku pembimbing anak di rumah menjadi lebih terbantu dan proses belajar daring menjadi lebih menyenangkan. Akan tetapi, pembelajaran daring tersebut menyerukan berbagai pro dan kontra dari para guru, siswa, maupun orangtua siswa. Para guru, siswa, dan orangtua siswa beranggapan bahwa belajar secara daring akan lebih rumit dibanding belajar pada biasanya, sementara pendapat lain beranggapan bahwa tidak masalah dengan pembelajaran daring yang dilakukan.

Kegiatan ini dilakukan pada saat kegiatan KKN yang bertempat di SD Negeri kabupaten Cirebon. Kegiatan KKN ini berlangsung selama satu bulan, yaitu dimulai tepat pada tanggal 16 November 2020. Diadakanya KKN Tematik Covid-19 ini dengan tema Edukasi Pencegahan dan Penanggulangan Dampak Covid-19, yang kegiatannya termasuk pendampingan saat pembelajaran daring di sekolah dasar.

Pembelajaran daring di sekolah dasar menjadi sesuatu yang bertolak belakang, ada yang setuju ada pula yang tidak setuju dengan pembelajaran daring yang dilakukan. Dengan begitu, maka penulis dari mahasiswi Universitas Pendidikan Indonesia memiliki program kerja untuk mengetahui tanggapan dari pandangan guru, siswa, dan orang tua siswa terkait pembelajaran daring yang dilakukan di sekolah dasar. Untuk mengetahui tanggapan guru, siswa, dan orangtua siswa adalah dengan menggunakan metode wawancara atau tanya jawab melalui telefon dan via chat WhatsApp.

Bagaimana pandangan guru pada pembelajaran daring?

Rahma (34), selaku guru sekolah dasar memberikan pendapat positif terkait sistem pembelajaran daring, “Belajar secara online atau daring seperti ini menjadi solusi yang tepat pada masa pandemi, agar anak-anakpun tetap aman berada di rumah tanpa takut tertular virus. Belajar daring juga sangat menghemat waktu mengajar, karena proses pembelajaran menjadi semakin cepat,” ujar Rahma saat diwawancara, Jumat (20/11/2020).

Sementara Sofyan (56), selaku guru sekolah dasar memberikan tanggapan yang berbeda dan cenderung tidak menyetujui atau kontra atas diberlakukannya pembelajarann daring.

“Bagi saya pribadi belajar secara daring sangat tidak efektif, apalagi pada tingkat sekolah dasar yang masih awam dengan gadget dan perlu bimbingan dari orangtua. Belajar daringpun sangat ribet dan susah dijalankan, terlebih penggunaan media dan metode pembelajaran yang harus disesuaikan dengan saat ini. Kebanyakan guru pun tidak semuanya mengikuti zaman, ada saja guru yang tidak paham dengan pemakaian aplikasi pendukung pembelajaran,” ujar Sofyan saat diwawancara, Jumat (20/11).

Kedua pendapat tersebut mewakili pemikiran para guru sekolah dasar. Ada sebagian yang merasa setuju dan mendukung adanya pembelajaran tersebut karena akan dirasa menjadi suatu solusi tepat pada masa pandemi seperti ini dan bisa menghemat waktu, adapula yang merasa tidak setuju dan lebih efektif bila pembelajaran dilakukan seperti biasanya, karena sebagian guru tidak semuanya paham akan teknologi.

Bagaimana pandangan siswa pada pembelajaran daring?

Ryan (11), selaku siswa sekolah dasar sangat menyetujui akan pembelajaran daring. “Belajar lebih enak di rumah, kita bisa santai dan tidak takut telat datang ke sekolah, juga tidak takut dihukum kalau lupa membawa buku paket atau buku tugas,” ujar Ryan saat diwawancara, Jumat (20/11).

Keysha (10), selaku siswi sekolah dasar beranggapan tidak menyetujui akan pembelajaran daring yang dilakukan di sekolah. “Belajar daring membuat saya pusing, saya tidak bisa bertemu dengan teman-teman. Tidak bisa bermain bersama, ataupun bercerita dan bercanda bersama. Belajar daring juga tidak jelas dalam proses pembelajaran, karena kebanyakan guru hanya memberikan tugas banyak tanpa ada penjelasan materi,” ujar Keysha saat diwawancara, Jum’at (20/11).

Kedua pendapat tersebut mewakili pemikiran para siswa-siswi sekolah dasar. Ada sebagian yang menyetujui belajar daring dilakukan, karena dalam belajar daring, siswa tidak akan terena hukuman telat masuk sekolah ataupun hukuman lupa membawa buku. Sementara pendapat lain beranggapan tidak menyetujui dengan belajar daring karena tidak bisa berbincang dan bercanda dengan teman-teman di sekolah, dan sebagian guru hanya memberikan tugas kepada siswa tanpa adanya penjelasan materi dan itu membuat siswa kebingungan dalam mengerjakan tugas tersebut.

Bagaimana pandangan orang tua pada pembelajaran daring?

Sementara dilihat dari sudut pandang orangtua siswa banyak yang setuju dan tidak setuju dengan pembelajaran daring tersebut. Fitri (38) selaku ibu rumah tangga dan orangtua siswa beranggapan setuju dengan pembelajaran daring yang tetapkan oleh pemerintah.

“Saya lebih setuju dengan sekolah yang menetapkan pembelajaran daring, karena saya bisa lebih tenang dan aman anak berada di dalam rumah daripada di sekolah. Saya juga bisa memantau dan menemani anak saya belajar daring, saya bisa melihat sendiri kemampuan anak saya dalam pembelajaran, juga sisi positifnya adalah saya tidak perlu mengantar anak saya ke sekolah,” ujar Fitri saat diwawancara, Sabtu (21/11).

Bambang (46) selaku orangtua siswa berlainan pendapat dengan yang lain, ia merasa tidak setuju bahwa pembelajaran daring dilakukan di sekolah dasar. “Belajar daring hanya untuk pemborosan kuota, anak saya selalu minta dibelikan kuota dengan alasan untuk belajar daring, saya tidak paham belajar daring itu seperti apa, tapi yang jelas dilihat dari respon anak saya, pembelajaran daring kurang maksimal dilakukan, anak saya tetap kurang paham tentang materi yang diberikan,” ujar Bambang saat diwawancara, Sabtu (21/11).

Pendapat tersebut sangat bertolak belakang. Ada yang beranggapan setuju dengan pembelajaran daring, karena dianggap menjadi solusi yang baik dimasa pandemic, membuat anak-anak aman dari tertularnya virus Covid-19, juga orangtua bisa menemani dan memantau perkembangan anaknya dalam proses pembelajaran, dan tidak repot harus antar jemput anak ke sekolah. Ada juga yang tidak setuju dengan pemberlakuan pembelajaran daring di sekolah dasar, karena dianggap hanya sebagai pemborosan kuota, mereka tidak hanya diwajibkan membayar uang sekolah tetapi juga harus mengeluarkan biaya untuk membeli kuota internet demi pembelajaran daring. Belajar daring juga sebagian tidak membuat anak-anak mengerti dengan materi yang diajarkan.



*)Penulis: Rima Irfiani, Mahasiswi Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Pendidikan Indonesia

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi Wartacakrawala.com

*)Opini di Wartacakrawala.com terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata.

*)Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Mahasiswa KKN UIN Walisongo Disinfeksi Masjid dan Bagikan Masker

Next Post

Mahasiswa KKN Lakukan Sosialisasi dan Pembagian Masker Gratis

Related Posts