GNI Perkapita Menurun, Hati-Hati Tak Mampu Bayar Utang

Game Cakrawala
Andi Rante, Ketua Bidang Ekonomi Pembangunan PB HMI
Andi Rante, Ketua Bidang Ekonomi Pembangunan PB HMI

Wartacakrawala.com – Pandemi COVID-19 membawa perekonomian dunia mengalami tekanan berat. Pada kondisi ini pemerintah bergerak cepat melalui kebijakan counter-cyclical dan APBN. Instrumen paling efektif untuk menahan pemburukan kondisi ekonomi nasional. Mirisnya, ketika pemerintah kian memperbesar anggaran untuk mengatasi jatuhnya Indonesia dalam jurang resesi yang kian dalam, Indonesia harus menghadapi angka defisit yang melebar.

Defisit anggaran bukanlah suatu hal yang tabu selama dana yang dianggarkan menstimulasi pertumbuhan ekonomi serta dapat terukur secara outcome, bukan berdasarkan ouput. Batasan defisit anggaran belanja diatur dalam Undang-Undang Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara. Defisit anggaran ditetapkan maksimal sebesar 3% dan utang maksimal 60% dari produk domestik bruto (PDB).

Akibat adanya pandemi COVID-19, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 tahun 2020, menetapkan batasan defisit anggaran dengan melampaui 3% dari PDB selama masa penanganan COVID-19. Pelebaran defisit itu dilakukan untuk menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional atau stabilitas sistem keuangan paling lama sampai dengan berakhirnya Tahun Anggaran 2022.

Baca juga: Korupsi: yang Kritis yang Krisis

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2021 sepanjang kuartal I-2021 sebesar Rp 144,2 triliun. Angka tersebut setara 14,3% dari outlook defisit APBN akhir tahun ini sebesar Rp 1.006,4 triliun. Adapun pencapaian ini setara dengan 0,82% dari produk domestik bruto (PDB). Dengan adanya pandemi COVID-19, APBN keuangan negara mengalami perubahan dan mengalami tekanan yang sangat besar bahkan syok yang sangat berat. Sehingga Pemerintah harus melakukan suatu fondasi baru di dalam menghadapi COVID-19 ini.

Menteri Keuangan menerapkan counter cyclical sebagai upaya menjaga belanja negara untuk bisa meminimalkan kerusakan akibat COVID-19. Implikasi dari kebijakan counter-cyclical adalah defisit APBN yang melebar dan semakin sempitnya ruang fiskal. Melebarnya defisit APBN perlu didukung oleh pembiayaan, di tengah menurunnya realisasi penerimaan negara. Terkait hal itu, utang masih mendominasi sumber pembiayaan pemerintah.

Krisis yang diakibatkan pandemi COVID-19 menyebabkan akumulasi utang pemerintah menjadi tidak terelakkan. Total utang Pemerintah Indonesia sampai dengan April mencapai 2021 Rp6.527 triliun dengan rasio utang terhadap PDB sebesar 41,88 %. Peningkatan utang negara diikuti pula dengan porsi beban bunga utang dalam APBN yang juga semakin besar. Mengingat saat ini beban bunga utang diperkirakan naik menjadi Rp373 triliun per tahun atau setara dengan 25 persen penerimaan pajak. Kondisi ini tentu akan mengurangi ruang fiskal pemerintah untuk melakukan belanja produktif. Utang dipakai untuk menutupi kebutuhan kebutuhan belanja negara, selama itu hal yang produktif, utang mala akan membawa nilai tambah dan tentunya itu hal yang baik untuk penambahan pos pos baru sektor pendapatan kita.

Baca juga: Ketidakseriusan Penanganan Kasus Korupsi, Haruskah Kita Tetap Diam Saja?

Meskipun posisi utang pemerintah saat ini masih tetap dijaga dalam batas tertentu sebagai pengendalian risiko sekaligus menjaga keseimbangan makroekonomi, di mana UU Nomor 17/2003 mengatur batasan maksimal rasio utang pemerintah adalah 60%. Hal ini tentu bukan berarti Indonesia masih memerlukan tambahan utang atau kita masih berada jauh dari bahaya. Kenaikan utang pemerintah tersebut setidaknya menjadi alarm bagi Indonesia untuk lebih berhati-hati (prudent) dalam membelanjakan utang.

Peningkatan utang pemerintah dan beban bunga yang kini harus ditanggung negara terjadi bukan tanpa alasan. Saat ini bang dunia telah merilis posisi Indonesia saat ini, Indonesia mendapatkan penurunan status dari sebelumnya 1 juli 2020 GNI perkapita kita di posisi uper midle income country (negara dengan penghasilan menengah keatas) yakni U$ 4.050 turun menjadi U$ 3.870 . Ini menjadikan negara kita sebagai negara dengan penghasilan menengah kebawah atau lower midle income country.

Posisi tersebut bisa merugikankita dengan posisi utang yang terus bertambah, beban bunga utang bisa membengkak kedepannya apalagi dengan kondisi pandemi yang belum terkendali. Hal ini juga bisa mempengaruhi kepercayaan negara lain untuk berinvestasi karena tidak stabilnya kondisi perekonomian dalam negeri. Penurunan GNI (Gross National Income) perkapita kita bukan tanpa alasan akibat pandemi COVID-19, roda ekonomi mengalami penurunan bahkan penghujung tahun 2020 kita sempat masuk jurang resesi.

Baca juga: KPK Seharusnya Bisa Seperti ICAC

Ekonom muda Andi Rante yang juga Badan Pimpinan Ikatan Senat Mahasiswa Ekonomi Indonesia ISMEI (2015-2018 ) berpendapat bahwa pemulihan ekonomi dan pencegahan menyebarnya COVID-19 ini memaksa pemerintah untuk berupaya keras mencari pembiayaan.

“Meski demikian, kini pemerintah juga perlu mencari sumber pembiayaan lain selain utang untuk memenuhi kebutuhan belanja negara. Ibarat situasi perang, dalam menghadapi COVID-19 maka pemerintah perlu mempersiapkan langkah strategis yang terarah dan memiliki daya dukung. Adapun untuk menambah anggaran agar pembiayaan negara di tengah pandemi bisa lebih optimal, pemerintah perlu melakukan terobosan, mencari berbagai peluang, tidak hanya mengedepankan sumber pembiayaan konvensional,” tutur Andi Rante.

Ia juga menyampaikan salah satu solusi untuk menjaga keseimbangan neraca APBN kita saat ini adalah dengan melakukan penghematan belanja pemerintah yang tidak relevan dengan penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional.

“Pemerintah seharusnya lebih fokus terhadap program kerja dari mereka sendiri yakni refocusing dan realokasi anggaran untuk pencegahan dan penyebaran COVID-19 dan dampaknya bagi perekonomian. Selain itu neraca ekspor harus ditingkatkan dan investasi lebih ditingkatkan lagi agar bisa mendatangkan kapital sebagai salah satu penopang PDB kita,” tutupnya.

Total
0
Shares
0 Share
0 Tweet
0 Pin it
0 Share
0 Share
0 Share
0 Share
Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post
Ilustrasi upaya pemberantasan korupsi di Indonesia

KPK Seharusnya Bisa Seperti ICAC

Next Post
Eko Pratama Koordinator Pusat BEM Nusantara

PLN Beli Saham MCTN, Korpus BEM Nusantara: Lintah Negara Harus Dibasmi

Related Posts
Total
0
Share