Kedua pihak juga menekankan kerja sama dalam melanjutkan upaya untuk memperbaiki situasi kemanusiaan di Suriah di sepanjang perbatasan antara Turki dan Suriah. Gol pertama dari perjanjian tersebut adalah untuk memberhentikan masuknya migran dari Turki ke Yunani dan untuk memulangkan semua imigran ilegal yang tinggal di Yunani.
Krisis pengungsi yang dipicu oleh perang saudara Musim Semi Arab telah berdampak pada kebijakan regional UE, dari menciptakan sentimen anti-imigrasi hingga memberlakukan tindakan pengendalian, mengendalikan perbatasan negara-negara anggota di dalam negara-negara dan meningkatkan ketegangan antara Yunani dan negara-negara anggota lainnya.
Bahkan, APD belum bisa menjelaskan apakah Turki akan diterima sebagai “negara aman” bagi para pengungsi. Turki sudah memiliki strategi suaka bertahap di TPR dan LFIP, tetapi pemberitahuan dari Human Rights Watch dan Amnesty International menunjukkan bahwa ketentuan ini sering tidak sesuai dengan perlindungan internasional di negara lain. Ditambah dengan pelanggaran serius di kamp-kamp pengungsi Turki, Turki bukanlah “negara yang aman” bagi para pengungsi.
Baca juga: Ops Pekat Semeru 2022, Polres Malang Raih Ranking 1 Ungkap Kasus Terbanyak
Krisis pengungsi ini mempertanyakan peran dan kebijakan UE dalam menyikapi isu kebijakan UE dalam menangani krisis pengungsi, dan akhirnya memutuskan untuk memasukkan Turki dalam Pernyataan UE-Turki.
Sebagai bagian dari kebijakan ini, Uni Eropa bertujuan untuk melindungi perbatasan Yunani-Turki dari jaringan imigran ilegal, perdagangan manusia dan perdagangan manusia. Implementasi Pernyataan UE-Turki juga menunjukkan minat UE dalam mengurangi imigrasi ilegal ke Yunani. Terlepas dari keberhasilan Pernyataan UE-Turki, hak-hak pengungsi telah ditangguhkan.
Uni Eropa memprioritaskan masalah keamanan dalam krisis pengungsi dan mengabaikan masalah kemanusiaan pengungsi. Pembuatan EU-Turkey Statement merupakan upaya untuk membuat UE lebih aman dengan memperlakukan masalah ini sebagai masalah keamanan selama krisis pengungsi. Oleh karena itu, dalam menangani krisis pengungsi, UE tidak hanya berfokus pada potensi ancaman terhadap arus migran ke Eropa, tetapi upaya ini harus, dan tidak akan, menjadi perlakuan yang seimbang dan mengutamakan nilai kemanusiaan.
*)Penulis: Muhammad Asyiratuzanu Hadiyan, Mahasiswa S1 Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi Wartacakrawala.com
*)Opini di Wartacakrawala.com terbuka untuk umum
*)Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim