Wartacakrawala.com – Bukan menjadi fenomena baru terkait masalah Korupsi di Negara berkembang seperti Indonesia saat ini. Pemaknaan maupun peng-internalisasian moral Anti-Korupsi masih sangat diragukan dalam Kabinet Birokrasi Hukum Pemerintah Indonesia. Melihat dampak atas adanya tindakan ini yang dapat berpotensi mengganggu stabilitas dan Klkeamanan masyarakat yang sebenarnya harapan masyarakat ada pada Birokrasi ataupun Insitusi yang terlibat tersebut.
Kualitas birokrasi yang buruk menjadi penghambat atas berkembangnya sebuah tatanan Negara, karena sebenarnya Birokrasi ini sangat berperan penting dalam melaksanakan pembangunan ekonomi dan memengaruhi kehidupan politik Masyarakat.
Contoh atas lemahnya penanganan kasus korupsi yang dilakukakn oleh birokrasi hukum Indonesia adalah pemberian hadiah potongan hukuman atau grasi yang diberikan kepada terdakwa kasus korupsi. Selama kurun waktu 2019 hingga 2021, kurang lebih ada 20 terpidana kasus korupsi yang diberikan hadiah potongan hukuman oleh lembaga hukum Indonesia yaitu Mahkamah Agung (MA) dengan dalih sebagai putusan Peninjauan Kembali terhadap terpidana kasus korupsi tersebut. KPK sebagai lembaga yang menyelidiki atas tindakan korupsi-pun, tidak bisa bergerak dan berkutik banyak, hal ini dikarenakan KPK masih dibawah lembaga hukum dan KPK sendiri harus lebih menghormati atas putusan hukum tersebut.
Dari paparan diatas tersebut, respon dan tindakan untuk penanganan kasus korupsi di Indonesia sangat-sangat diragukan bahkan mungkin bisa dikatakan tidak tegas dan hanya tebang pilih dalam menangani tindak pidana yang terjadi. Tingkat kesadaran dan persepsi masyarakat terhadap tindak korupsi yang berkembang sekarang ini menimbulkan keprihatinan warga masyarakat. Jika program penanggulangan korupsi tidak intensif dilakukan pemerintah, maka perbuatan korupsi akan meluas dan membahayakan kehidupan bersama sebagai masyarakat, bangsa dan Negara. Pengetahuan masyarakat tentang perbuatan korupsi yang meningkat menumbuhkan keprihatinan dan sikap anti terhadap korupsi. Karena itu di masyarakat tumbuh kesadaran bahwa korupsi yang meningkat kuantitas dan kualitasnya menyebabkan kehidupan rakyat dan masyarakat makin sengsara, melemahkan sendi dan kekuatan hidup berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.
Baca juga: Bahaya Korupsi Bagi Generasi Muda
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Sebagai lembaga yang memerangi kasus korupsi, baru-baru ini tersorot kepermukaan dikarenakan adanya pengangkatan pegawai KPK untuk dijadikan sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) melalui tes wawasan kebangsaan (TWK), Adapun syarat yang harus dipenuhi pegawai KPK agar lulus TWK untuk menjadi ASN, yakni setia dan taat pada Pancasila, Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945, NKRI, dan pemerintah yang sah, tidak terlibat kegiatan organisasi yang dilarang pemerintah dan/atau putusan pengadilan, serta memiliki integritas dan moralitas yang baik. Dan hal ini bersamaan dengan KPK yang sedang mengusut tuntas dan menyelidiki kasus korupsi Bantuan Sosia (bansos) yang dilakukan oleh Menteri Sosial Juliari Batubara, dan juga banyak yang menduga bahwa Tes wawasan kebangsaan (TWK) ini dituduh punya kaitan dengan korupsi bansos, karena pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos dari tes ini adalah pegawai yang mendukung untuk mengusut tuntas kasus korupsi Bansos tersebut. Hall tersebut menunjukan bahwa Pengungkapan kasus korupsi yang serius olleh KPK seringkali tidak diimbangi dengan penanganan yang serius oleh embaga hukum negara.
Revisi UU KPK yang sangat menarik atensi publik juga menunjukan atas lemah dan buruknya tujuan penanganan kasus korupsi di Indonesia, Karena sejumlah poin dalam revisi UU KPK yang dianggap akan melemahkan KPK salah satunya adalah poin mengenai keberadaan Dewan Pengawas KPK dan dilucutinya sejumlah kewenangam KPK terkait penyidikan dan penuntutan, serta sejumlah prosedur yang dianggap merumitkan proses penindakan.
Maka dari itu sebaiknya Indonesia perlu mencontoh negara-negara lain yang sukses dalam menghadapi permasalahan terkait dengan tindak pidana korupsi. Independent Commisstion Againt Corruption (ICAC) Lembaga anti korupsi yang dimiliki Hongkong. ICAC adalah lembaga korupsi independen yang telah menjadi rujukan banyak Negara sebagai percontohan lembaga anti korupsi yang efektif. ICAC Hongkong sangat popular karena dianggap sebagai model yang sukses dalam memerangi korupsi, yang dimana Hongkong dulunya merupakan negara yang sangat korup dan sekarang negara Hongkong menjadi salah satu negara yang relatife bebas dari korupsi di dunia. Melihat contoh negara Hongkong yang berhasil menerapkan aturan hukumnya dalam memberantas korupsi sehingga Hongkong dapat bebas dari korupsi. Aturan hukum dan strategi yang dapat ditiru oleh lembaga hukum Indonesia adalah strategi Prevention, Investigation dan Education. Masing-masing strategi pendekatan memiliki tujuan dan sasaran yang berbeda. Pendekatan pertama yaitu pencegahan dilakukan melalui legalisasi dan prosedur yang mengatur secara detil mengenai definisi dan sanksi korupsi. Selanjutnya, pendekatan penyelidikan merupakan langkah-langkah penindakan untuk memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi. Kemudian pendekatan pendidikan dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan haknya sebagai warga negara dan kesadaran akan dampak negatif korupsi bagi kelangsungan pembangunan.
Mungkin sudah sangat seharusnya bahwa ketentuan dan aturan hukum bagi terpidana kasus Korupsi, lebih maju dan tegas daam menanganinya. Perbuatan tindak pidanan korupsi merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, sehingga tindak pidana korupsi tindak dapat lagi digolongkan sebagai kajahatan biasa (Ordinary Crime), melainkan telah menjadi kejahatan luar biasa (Extra Ordinary Crime).
Dari hal itu masyarakat jangan masa bodoh terhadap penaganan kasus korupsi dan jangan beranggapan bahwa kasus korupsi ini harus ditangani oleh KPK maupun lembaga hukum lainnya. Seharunsya peran masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi sangat diperlukan dalam pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Paling tidak, masyarakat harus ikut ambil bagian karena dua hal yakni masyarakat sebagai korban dan masyarakat sebagai komponen negara. Bentuk peran serta masyarakat, yakni dengan mempedomani diri dengan moral Antikorupsi, dan melakukan kontrol sosial yang baik, Ketika dalam masyarakat sudah ditekankan demikian, maka perilaku korupsi ini bisa dicegah sejak dini. Hal tersebut tidak menutup kemungkinan semestinya dilakukan dan di-ilhami juga oleh lembaga-lembaga yang berperan penting dalam menangani kasus korupsi. (*)
*)Penulis : Dimas Fatahillah, Mahasiswa Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi Wartacakrawala.com
*)Opini di Wartacakrawala.com terbuka untuk umum
*)Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim