Wartacakrawala.com – Tindak pidana korupsi yang ada di Indonesia sudah lumrah terjadi di segala aspek kehidupan. Pemberantasan tindak pidana korupsi masih menjadi agenda utama dalam penegakan hukum di Indonesia. Dengan lahirnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diharapkan dapat menjadi ujung tombak untuk pemberantasan korupsi yang ada di Indonesia.
Adapun undang-undang yang membahas tentang pengelompokkan tindak pidana korupsi menjadi beberapa bagian yakni Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tindak pidana korupsi di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari jumlah kasus korupsi, jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi akibat tindak pidana yang dilakukan semakin sistematis. Korupsi dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian yaitu dilakukan secara aktif dan pasif, korupsi aktif yaitu seseorang melakukan suap menyuap pejabat (Pasal 177 KUHP) dengan hadiah atau janji untuk memindahkan seorang pejabat untuk bertindak bertentangan dengan tugas resminya, menyuap weknemer atau agen (Art. 328 dalam KUHP). Korupsi pasif sendiri yaitu ia akan membiarkan ompkopen a) seorang pejabat dari menerima suap atau hadiah, mengetahui bahwa mereka diberikan untuk mendorong dia untuk bertindak bertentangan dengan tugas resminya, b) weknemer atau agen dalam pekerjaan yang bukan PNS (Art. 328 dalam KUHP).
Baca juga: Strategi Pemberantasan Korupsi yang Dapat Dicontoh KPK dari ICAC Hongkong
Tindak pidana korupsi yang terjadi di Indonesia sampai saat ini masih menjadi salah satu penyebab terpuruknya keuangan negara. Korupsi tidak hanya merugikan keuangan negara akan tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat. Sejak tahun 1999 Indonesia merupakan negara ke lima besar paling korup di dunia dan pada tahun 2004 survei TI masih menunjukkan Indonesia menduduki peringkat kelima negara paling korup dari 146 negara yang disurvei.
Penanganan penegak hukum terhadap oknum pelaku korupsi masih belum adil, karena melihat kasus yang baru-baru ini dialami oleh salah satu jaksa yang terjerat kasus korupsi. Mereka mengurangi hukuman yang dijatuhkan dengan dalih alasan yang tidak masuk akal seperti pelaku sudah benar-benar menyesal terhadap perbuatannya, pelaku masih mempunyai anak yang masih dibawah umur. Penegakan hukum seperti itu tentunya tidak adil karena masih banyak orang diluar sana yang memiliki alasan sama akan tetapi, mereka diberikan hukuman sesuai Undang-Undang yang berlaku tanpa pengurangan hukuman.
Penanganan yang carut marut ini seharusnya segera ditangani karena jika dibiarkan hal tersebut terjadi tentunya akan memangkas Hak Asasi Manusia. Negara Hongkong merupakan salah satu negara yang perlu dicontoh oleh Negara Indonesia dalam penanganan pemberantasan korupsi, karena keistimewaan model yang digunakan negara ini terletak pada prinsip independensi dan profesionalitas lembaga anti korupsi yaitu Independent Commision Against Corruption (ICAC). Staff di ICAC cukup banyak dengan gaji yang tinggi untuk menjamin profesionalitas mereka. Model ini ditiru di Indonesia dengan pembentukan KPK, namun jumlah dan gaji staff tidak sebanyak dan setinggi ICAC sehingga profesionalitas KPK-pun diragukan.
Korupsi telah menjadi masalah sosial di Hongkong, menanggapi hal itu Pemerintah tidak tinggal diam dan mendirikan lembaga anti korupsi yang terpisah dari kepolisian. Pada bulan Februari 1974, didirikanlah Independent Commision Against Corruption (ICAC) yang memiliki prinsip seperti yang sudah dipaparkan diatas. Adapun kontrol korupsi ICAC melalui 3 departemen fungsional yakni investigasi, pencegahan dan hubungan masyarakat. Dimana ada tugas masing-masing dalam kontrol tersebut seperti dalam investigasi yaitu mengalokasikan anggaran ICAC untuk operasional menggaji staf, departemen pencegahan sendiri lebih menginvestasikan sebagian dananya untuk membiayai kegiatan study yang berkaitan dengan korupsi seperti menyelenggarakan seminar. Study yang dilakukan oleh ICAC Hongkong ini memberikan informasi mengenai tingkat dan modus korupsi yang dilakukan pegawai pemerintahan sehingga dapat dijadikan acuan dalam mengubah Undang-Undang dan hukum anti korupsi yang berlaku. Adapaun satu lagi yaitu departemen hubungan masyarakat dalam hal ini lebih memberi informasi kepada publik tentang revisi dari Undang-Undang dan peraturan yang berlaku, departemen ini juga berperan dengan baik dalam meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap bahaya melakukan korupsi.
Keseluruhan fungsi dari tiap departemen dan prinsip yang ditegakkan di ICAC Hongkong ini dapat menjadi acuan bagi banyak komisi anti korupsi di seluruh dunia khususnya di Indonesia, namun bagaimanapun juga mengadopsi sesuatu pun tidak akan menjamin suatu keberhasilan. Karena setiap Negara memiliki peraturan masing-masing dan sesuai kebutuhan suatu Negara. (*)
*)Penulis : Devi Pamela Kirana Sari, Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi Wartacakrawala.com
*)Opini di Wartacakrawala.com terbuka untuk umum
*)Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim