Berkaca dari ICAC, Revisi UU KPK Berdampak terhadap Kemajuan atau Kemunduran KPK

Shofy Maulidya Fatihah
Mahasiswa Sosiologi UMM, Syahroli Amin
Mahasiswa Sosiologi UMM, Syahroli Amin

Wartacakrawala.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan lembaga antirasuah di Indonesia dalam memberantas tindak pidana korupsi di negeri ini. Sebagai lembaga yang telah menjebloskan tokoh-tokoh berpengaruh ke dalam penjara, tak henti-henti mendapat serangan, titik penting serangan itu salah satunya adalah revisi UU No. 19 tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No.13 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang disepakati pada rapat Paripurna 5 September 2019.

Salah satu dampak Revisi UU KPK tersebut ialah pegawai KPK adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) atau layaknya PNS dan melepas status KPK yang sebelumnya lembaga indenpenden. Dibawah kepemimpinan Firli Bahuri kemudian melakukan Tes Wawancara Kebangsaan (TWK) sebagai langkwah awal perekrutan pegawai KPK sekaligus menjadi ASN.

Akhirnya, KPK melakukan tes TWK sebagai syarat peralihan kepegawaian untuk menjadi ASN, dari tanggal 18 Maret hingga 9 April 2021. Melibatkan 1.351 pegawai KPK. Hasilnya ada 75 orang yang tidak memenuhi syarat. Dari 75 orang tersebut terdapat beberapa nama penyidik senior.

Dengan adanya revisi UU KPK, apakah hal ini akan membawa dampak atau pengaruh bagi KPK.

Baca juga: KPK Menjadi Ujung Tombak Pemberantasan Korupsi

Performa KPK


Jumlah Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang menunjukkan penurunan. Pada tahun 2018, KPK melakukan OTT sebanyak 32 kali yang diantaranya melibatkan pemerintah daerah. Sementara tahun 2019, berdasarkan data dari Riset Tirto, OTT sebanyak 16 yang diantaranya melibatkan pemerintah Kabupaten/Kota. Yang paling menonjol penurunan OTT pada tahun 2020 hanya ada 2 OTT saja yang dilakukan KPK diantaranya yang melibatkan mantan Komisioner KPU dan Bupati Kutai Timur.

Jika dilihat dari tahun ke tahun, performa KPK dalam penindakan terhadap tindak pidana korupsi paling sedikit pada tahun 2019, yakni 110 kasus. Angka ini berbeda dengan tahun 2018 sebanyak 280 kasus dan tahun 2020 sebanyak 154 kasus. Ditambah dengan OTT yang semakin sulit dengan KPK tidak bebas lagi menyadap secara mandiri, sebagaian pengamat menganggap KPK telah dilemahkan. Hal ini tidak tanpa alasan, kasus seperti ditingkat daerah akan kembali sulit untuk di deteksi. Sehingga terlihat jelas performa KPK menurun dengan berbagai aturan yang kini berlaku dilihat sebagai lembaga pemerintah.

Image KPK di mata masyarakat


Firli Bahuri menjabat Ketua KPK pada akhir 2019, yang pada awal mencalonkan diri sudah menuai kritik dari publik. Firli sebelumnya merupakan anggota polri yang kini menjabat sebagai ketua KPK melalui DPR yang kompak memilihnya. Masyarakat Indonesia kini memandang KPK dengan wajah yang berbeda terhadap pemimpin yang baru, yang menjadi masalah bukan karena Firli dulu seorang anggota Polri melainkan ia melakukan pelanggaran etik. Terbukti saat ia menggunakan helicopter dari Palembang ke Jakarta pada Juni 2020 untuk perjalan Firli bersama keluarganya. Sebelumnya juga pernah terjadi saat Firli menjabat Direktur Penyidik KPK yang bertemu dengan Gubernur NTB kala itu, KPK sedang menyelidiki dugaan pelanggaran Korupsi dalam kasus kepemilikan saham pemerintah daerah dalam PT. Newmont.

Baca juga: Mengaplikasikan Kesuksesan ICAC dalam Menuntaskan Korupsi di Indonesia

Terlihat kini wajah KPK dengan Firli Bahuri mengubah pandangan masyarakat dengan kasus pelanggaran etik, sehingga jangan salah jika anggapan masyarakat jika kedepannya kasus pelanggaran korupsi sudah semakin sedikit jika isi di dalam KPK ada beberapa anggotanya melakukan pelanggaran kode etik seperti pemimpinnya.

Setrilisasi Pegawai KPK


Kasus suap penyidik KPK dari unsur Polri AKP Stepanus Robin Pattuju (SRP) terbukti bersalah karena melanggar kode etik dan pedoman perilaku sebagai lembaga antikorupsi. Tersangka tersangkut kasus suap (sebesar 1,3 M Rupiah) yang melibatkan Wali Kota Tanjungbali, M. Syahrial agar kasus yang sedang di selidiki KPK tidak naik ke tahap penyidikan dan meminta tidak di tindaklanjuti.

Dari kasus tersebut memberikan gambaran bahwa kondisi di internal KPK menunjukkan sikap sebagaian anggota KPK belum dapat menjaga amanat antikorupsi apabila masih tersangkut kasus suap. Jika dilihat latar belakang anggota yang terkait merupakan anggota polri dimana beberapa memang terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku sebagai lembaga antikorupsi. Sebagaimana dalam UU RI No. 30 Tahun 2002, pasal 6 huruf c, KPK mempunyai tugas pencegahan namun disisi lain kasus yang menyeret anggota KPK tidak mencerminkan langkah pencegahan.

Baca juga: Strategi Pemberantasan Korupsi yang Dapat Dicontoh KPK dari ICAC Hongkong

Dari penyampaian diatas peyidik dari kepolisian sesungguhnya dapat menguatkan pemberantasan korupsi, seperti yang ditunjukkan lewat beberapa contoh dari Hongkong yang giat memberantas, malah bisa jadi merugikan. Mengingatkan situasi saat Hongkong melawan korupsi dan termasuk polisi di dalamnya terlibat. Apakah keadaan yang di alami KPK setelah melalui Revisi Undang-Undang akan menjadi hal yang buruk, sebagaimana contoh OTT yang menjadi berkurang dari tahun-ke tahun sekaligus mengurangi terlibatnya pemerintah daerah. Dengan barang bukti suap yang dilakukan salah satu anggota KPK menggambarkan pemberantasan korupsi akan semakin sulit terungkap jika di dalamnya ada yang melakukan pelanggaran kode etik walaupun kini karyawan KPK telah ASN dengan melalui TWK.

Panas dingin antara KPK dan Polri terjadi bukan hanya sekali yang membuat publik percaya bahwa anti korupsi harus direformasi dan dipereteli independensinya. Seperti Hongkong dengan ICAC menggunakan anggota polisi atau pensiunan polisi jadi pemimpinnya, sementara Indonesia menaruh kepercayaan kepada polisi yang berkali-kali melanggar kode etik. Sehingga masyarakat saat ini dihadapkan dengan pandangan berbeda terhadap KPK yang semakin menurun dengan kinerjanya baik dari beberapa tahun terakhir bahkan tahun ini. KPK saat ini sama saja dengan polri yang banyak yang tak dipercayai oleh masyarakat. Berbeda dengan ICAC yang berhasil membombadirkan kelompok polisi korup sehingga hal tersebut bisa dijadikan contoh bagi KPK. (*)

*)Penulis : Syahroli Amin, Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi Wartacakrawala.com

*)Opini di Wartacakrawala.com terbuka untuk umum

*)Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post
Gedung komisi pemberantasan korupsi (KPK)

KPK Menjadi Ujung Tombak Pemberantasan Korupsi

Next Post
Mahasiswa PMM UMM bersama siswa membudidayakan tanaman Toga

PMM 52 UMM Ajak Warga dan Institusi Pendidikan Budidayakan TOGA

Related Posts