Kritik Kurikulum Merdeka, Menanti Kebijakan Baru Pendidikan Dasar dan Menengah

Avatar
Moh. Badrul Bari, M.Pd, merupakan kepala bidang akademik dan kerjasama di Yayasan Pendidikan Bani Hasyim Malang
Moh. Badrul Bari, M.Pd, merupakan kepala bidang akademik dan kerjasama di Yayasan Pendidikan Bani Hasyim Malang

Wartacakrawala.com – Kurikulum pendidikan di Indonesia telah mengalami beberapa kali perubahan untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan tuntutan global. Namun, meski perubahan terus dilakukan, masih banyak tantangan dalam implementasinya. Salah satu permasalahan yang sering muncul adalah ketidaksesuaian antara kurikulum yang diterapkan dengan kemampuan peserta didik dan keterbatasan sarana prasarana yang ada.

Kurikulum Merdeka yang mulai diterapkan di beberapa sekolah di Indonesia, misalnya, membawa harapan besar untuk memperbaiki kualitas pendidikan nasional. Kurikulum ini berfokus pada pembelajaran yang lebih fleksibel dan berorientasi pada pengembangan kompetensi siswa. Namun, dalam praktiknya, kurikulum ini masih menghadapi banyak kendala di lapangan, terutama terkait dengan kesiapan peserta didik dan kondisi infrastruktur sekolah.

Salah satu masalah utama adalah adanya ketimpangan kemampuan peserta didik. Kurikulum Merdeka, seperti kurikulum sebelumnya, dirancang untuk mendorong siswa mengembangkan keterampilan abad 21, seperti berpikir kritis, kreatif, kolaboratif, dan komunikatif. Sayangnya, tidak semua siswa memiliki kesempatan yang sama untuk mengembangkan keterampilan ini. Banyak sekolah, terutama di daerah terpencil atau tertinggal, menghadapi masalah kualitas pendidikan dasar yang masih belum memadai. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, seperti keterbatasan guru yang kompeten, rendahnya minat belajar, hingga masalah ekonomi keluarga yang membuat siswa sulit fokus pada pendidikan.

Baca Juga : Edukasi Kebakaran Bersama Tim Damkar Kabupaten Malang di SD Islam Bani Hasyim

Ketidaksesuaian antara kemampuan peserta didik dan tuntutan kurikulum menjadi semakin jelas ketika siswa dari sekolah-sekolah yang kurang memiliki akses pendidikan berkualitas harus bersaing dengan siswa dari sekolah-sekolah yang lebih maju. Hasilnya, kesenjangan prestasi antara sekolah di perkotaan dan pedesaan semakin lebar, meskipun kurikulum yang digunakan sama. Kurikulum yang dirancang untuk mendorong kreativitas dan keterampilan berpikir kritis cenderung sulit diimplementasikan jika peserta didik masih bergelut dengan masalah-masalah dasar seperti literasi dan numerasi.

Selain itu, sarana prasarana yang terbatas** juga menjadi masalah serius. Banyak sekolah di Indonesia, terutama di daerah pelosok, belum memiliki infrastruktur yang memadai untuk mendukung penerapan kurikulum yang berbasis teknologi dan media digital. Misalnya, banyak sekolah yang tidak memiliki akses ke komputer, internet, atau perpustakaan yang memadai, padahal kurikulum saat ini menekankan pentingnya penggunaan teknologi dalam pembelajaran. Ketidaksiapan infrastruktur ini membuat pembelajaran yang seharusnya berbasis teknologi dan inovatif menjadi tidak maksimal.

Tidak hanya di daerah terpencil, bahkan di perkotaan, beberapa sekolah masih kekurangan ruang kelas yang layak, alat peraga, dan fasilitas laboratorium yang memadai. Padahal, kurikulum yang diterapkan menuntut siswa untuk sering melakukan eksperimen, eksplorasi, dan pembelajaran berbasis proyek. Ketika sarana prasarana ini tidak tersedia, guru sering kali terpaksa menggunakan metode ceramah tradisional, yang pada akhirnya membuat kurikulum progresif tersebut menjadi tidak efektif.

Dalam jangka panjang, ketidaksesuaian ini dapat berdampak buruk pada pengembangan potensi siswa. Siswa yang tidak didukung oleh sarana prasarana yang memadai akan kesulitan untuk berkembang secara optimal, dan hal ini akan memperlebar ketimpangan antara siswa dari latar belakang yang berbeda.

Oleh karena itu, sebelum terus melakukan reformasi kurikulum, pemerintah harus lebih fokus pada peningkatan kualitas dan pemerataan fasilitas pendidikan. Pengembangan kemampuan guru, distribusi sarana prasarana yang memadai, serta penyusunan kurikulum yang realistis dan sesuai dengan kondisi peserta didik perlu menjadi prioritas. Tanpa perbaikan di bidang ini, perubahan kurikulum hanya akan menjadi perubahan di atas kertas, tanpa dampak nyata bagi peningkatan kualitas pendidikan Indonesia.

*)Penulis: Moh. Badrul Bari, Selasa, 22 Oktober 2024

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi Wartacakrawala.com

*)Opini di Wartacakrawala.com terbuka untuk umum

Total
0
Shares
0 Share
0 Tweet
0 Pin it
0 Share
0 Share
0 Share
0 Share
Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

SMP Islam Bani Hasyim Menggelar Beragam Perlombaan Meriahkan Hari Santri Nasional

Next Post
Ilustrasi gambar yang dibuat menggunakan AI

Penyelarasan Kurikulum Di Tengah Kemajuan Artificial Intelligence

Related Posts
Total
0
Share