Wartacakrawala.com – Pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2020 Provinsi Jawa Timur beberapa waktu lalu, memiliki catatan tersendiri terkait alokasi anggaran dibeberapa dinas, khususnya dinas pelayanan dasar. Pasalnya, slogan yang seringkali digembar-gemborkan oleh Pemprov tentang “Efisiensi Birokrasi”, terkesan hanya sebatas menjadi slogan. Faktanya slogan tersebut belum bisa sepenuhnya diterapkan didalam Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Hal itu bisa dilihat dari tidak efisiennya penganggaran yang dilakukan Penprov.
Penelitian yang dilakukan oleh Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran Jawa Timur (FITRA Jatim) misalnya, menemukan bahwa ada pemborosan anggaran untuk pembelanjaan dalam Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Dinas Pendidikan Jawa Timur tanhun 2020.
Baca: PKPU Melemah? : Eks-koruptor Tak Dilarang Maju Pilkada 2020
Dalam penyisiran anggaran dinas pendidikan, ditemukan anggaran yang mengejutkan untuk pembelanjaan Tas yang mencapai hingga 1,2 Milyar. Tak hanya itu, alokasi anggara untuk Alat Tulis Kantor (ATK) juga terbilang tinggi dengan total 14,8 Milyar, anggaran makan minum yang mencapai 18.7 milyar, anggaran akomodasi dan/atau konsumsi yang mencapai 88.6 milyar, anggaran perjalanan dinas dalam daerah yang mencapai 67.5 milyar. Anggaran tersebut memang terbilang kecil jika dibandingkan dengan total anggaran belanja dinas pendidikan yang jumlahnya sebesar 2,9 Triliun. Akan tetapi, alokasi anggaran tersebut dinilai kurang memiliki manfaat dan terkesan pemborosan.
Sedangkan dalam RPJMD Jawa timur 2019-2024 disebutkan bahwa Angka Partisipasi Kasar (APK) SMA/SMK di Jawa Timur berada di kisaran 80%, namun di wilayah Kabupaten masih banyak yang berada dibawah 70 persen termasuk di sebagian wilayah Madura dan Tapal Kuda. Artinya, efisiensi dan efektivitas pengalokasian dan penggunaan anggaran dapat dimaksimalkan diranah pelayanan publik khususnya dibidang pendidikan dengan membuka membuka kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengenyam pendidikan, hingga pada peningkatan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana pendidikan.
Lebih jauh, pemborosan anggaran tersebut juga dapat diefisiensikan dan dialokasikan untuk menunjang peningkatan mutu pendidikan. Kesan boros ini justru akan menghambat program Pemprov yakni “Tis-Tas” atau Gratis dan Berkualitas dengan harapan dapat meciptakan lulusannya siap kerja. Sedangkan sebanyak 3000 lebih sekolah menengah dengan proporsi murid SMK terhadap SMA saat ini mencapai 51% : 41% disisi lain Pemprov menargetkan menjadi 70% : 30%.
Masalah-masalah lain, Jawa Timur tergolong masih rendah untuk Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM), belum lagi tingginya angka anak berkebutuhan khusus yang perlu mendapatkan pelayanan pendidikan khusus, dan tingginya angka anak yang memiliki kondisi latar belakang keluarga yang konduktif dan belum mendapatkan pendidikan yang layak.
Disisi lain, belum semua guru memiliki kompetensi mengajar (D4/D1), itu artinya pemborosan anggaran itu dapat dan bisa dialokasikan untuk peningkatan akses pendidikan yaitu pemberdayaan guru. Tidak hanya kesejahteraan guru melainkan menambah kualitas guru untuk menciptakan peserta didik yang berkualitas pula.
Dalam perencanaan program yang diterapkan menjadi kegiatan, memang acap kali terjadi penyalah gunaan anggaran dalam bentuk pemborosan yang sifatnya tidak penting dan kurang efektif. Hal ini cukup menjadi bukti bahwa slogan Penprov masih belum mampu untuk dimplementasikan di kalangan OPD dalam rangka mewujudkan tujuan Pemprov selama satu periode yaitu dengan cara meningatkan mutu pendidikan.
Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2019 tentang pengelolaan keuangan daerah Bab 1 pasal 3 ayat 1 sudah jelas, bahwa pengelolaan keuangan daerah dilakukan secara tertib, efisien, ekonomis, efektif transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan, kepatutan, manfaat untuk masyarakat, serta taat pada kepatutan perundang-undangan. Artinya, kalau merujuk pada PP tersebut, efektifitas dan efisiensi penggunaan anggaran lebih tepat jika ditekankan pada kebutuhan dan pemanfaatan yang jelas utamanya untuk kesejahteraan masyarakat.
Berangkat dari temuan diatas, beberapa hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah provinsi dalam rangka mewujudkan efisinsi birokrasi untuk mencapai tujuan pembangunan diranah pendidikan. Pemerintah provinsi perlu mengoptimalkan anggaran pada setiap program dan kegiatan serta mengidentifikasi anggaran disemua OPD yang dinilai potensi bocor dan pemborosan. Perlu juga pemerintah untuk mendorong semua OPD melakukan langkah-langkah efisiensi anggaran, misalnya penghematan dari belanja barang dan jasa kemudian dialokasikan ke belanja modal sehingga setiap anggaran bisa efektif untuk mendanai program prioritas.