Wartacakrawala.com -Abstrak: Revolusi industri 4.0 menyajikan komputer super canggih, Artificial Intelligence, Cyber System. Dalam upaya pemanfaatan kemajuan teknologi tersebut setiap individu seyogyanya mempunyai Kemampuan yang menjadi kunci pada era Revolusi Industri 4.0, diantaranya kemampuan Critical Thinking And Problem Solving Skill, Communication And Collaborative Skill, Creativity And Innovative Skill, sikap dan tindakan kreatif serta inovatif dalam segala tantangan. Selain peluang terdapat pula ancaman yang menyertainya, berupa terkikisnya sikap peduli, saling percaya, dan gotong royong yang menjadi sikap dan sifat dasar manusia indonesia hampir langkah kita temui dalam interaksi sehari-hari. Kekhawatiran terhadap ancaman tersebut dapat diatasi dengan rekonstruksi Penguatan Pendidikan Karakter yaitu Religius, Nasionalis, Gotong royong, Mandiri, dan Integritas. Demikian pula penguatan pendidikan karakter yang terprogram pada tingkat Sekolah Dasar berupa (1) Penyambutan siswa dipagi hari, (2) Adanya senam pagi, (3) Bersih halaman, (4) Menyanyikan lagu-lagu Nasional, (5)Melakukan tepuk PPK.
LATAR BELAKANG
Dewasa ini pendidikan Indonesia tengah membangun sumberdaya manusia yang tidak hanya mempunyai kemampuan kognitif semata melaikan membangun dan memperkuat karakter. Karakter adalah akhlak, adab, atau ciri kepribadian individu yang terbentuk dari hasil serapan berbagai nilai yang diyakini dan digunakan sebagai landasan berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan bersumber dari sejumlah nilai, moral, dan norma, yang diyakini kebenarannya yang terwujud dalam hubungan-hubungan yang membangun interaksi antara manusia dengan tuhannya, Sesama manusia, lingkungan hidupnya, bangsa dan negaranya, dan dengan dirinya sendiri. Hubungan-hubungan itulah yang menimbulkan penilaian baik-buruknya karakter seseorang (Akbar, 2011).
Selain dari dengung penguatan pendidikan karakter yang saat ini diterapkan pada pendidikan anak usia dasar hingga menengah, kita juga dihadapkan oleh tantangan lain yaitu dengan kemajuan teknologi pada ERI 4.0. Derasnya arus informasi yang saat ini ada, serta penggunaan alat teknologi yang cenderung digunakan untuk hal yang kurang bermanfaat. Realita tersebut juga sangat mempengaruhi pembangunan sumberdaya manusia Indonesia.
Kecanggihan teknologi yang terus berkembang sejak Revolusi Industri I di Prancis dengan ditemukannya mesin uap, dilanjutkan penemuan sumber energi baru yaitu energi listrik. Penemuan tersebut menjadi penanda dimulainya Revolusi Industri II bagi kemajuan peradaban manusia. Tak berhenti disitu, penemuan manusia terus berkembang hingga ditemukannya alat-alat canggih yang menandai dimulainya Revolusi Industri ke III yaitu komputer. Perkembangan dan kemajuan peradaban akan terus berkembang, sebuah konsep yang sangat luar biasa berkenaan dengan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) oleh manusia mulai diterapkan pada alat-alat sederhana yang biasa digunakan dalam keseharian yaitu adanya Smartphone.
Pada era Revolusi industri 4.0 yang menghadirkan komputer super canggih, Artificial Intelligence, Cyber System. Hal ini menuntut setiap individu untuk menguasai beberapa kompetensi mendasar yaitu:
Pada era Revolusi industri 4.0 yang menghadirkan komputer super canggih, Artificial Intelligence, Cyber System. Hal ini menuntut setiap individu untuk menguasai beberapa kompetensi mendasar yaitu:
1. Critical Thinking And Problem Solving Skill, kemampuan berpikir kritis
dan kemampuan menyelesaikan masalah
2. Communication And Collaborative Skill, kemampuan untuk
mengkomunikasikan Sesuatu atau gagasan
3. Creativity And Innovative Skill, sikap dan tindakan kreatif serta inovatif
dalam segala tantangan
Terdapat sisi positif dan negatif dengan adanya kemajuan teknologi ini. Kebiasaan menggunakan dan memanfaatkan alat komunikasi yang terlalu lama bagi anak akan menyebabkan permasalahan pada tahap perkembangannya. Menurut Piaget terdapat 4 Periode dalam perkembangan kognitif anak yang digolongkan menurut usianya yaitu : sensorimotor (usia 0–2 tahun) ,praoperasional (usia 2–7 tahun), Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun), Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
Tahap operasional konkret anak sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis, dan ditandai adanya reversible dan kekekalan. Anak telah memiliki cara berpikir logis, akan tetapi hanya dengan benda-benda yang bersifat konkret. Pada tahap ini seharusnya anak dapat berinteraksi dengan teman sebayanya dalam kurun waktu yang relatif lama. Namun kondisi saat ini berbeda anak lebih suka menyendiri dan asyik dengan gawainya masing-masing, tanpa ada interaksi langsung. Kondisi demikian akan memperburuk perkembangan mental dan membuat karakter anak menjadi sulit untuk bersosialisasi. Adanya Smartphone anak semakin leluasa mengakses informasi yang ada, termasuk informasi dan perilaku yang kurang pantas untuk anak. Dalam pengamatan tersebut ditemukan beberapa anak menirukan gaya penyanyi dalam akun media sosial. Selain itu anak juga meniru dan menyayikan lagu yang bukan saatnya mereka nyanyikan.
Kondisi yang demikian ini telah terjadi di beberapa sekolah dasar terutama yang berada di wilayah kota. Akses informasi yang dengan mudah mereka peroleh nampaknya memerlukan penyaringan dan pembinaan khusus dari orang tua di rumah. Memang kami menyepakati bahwa kemajuan teknologi sangat perlu dimanfaatkan untuk mempermudah dan memenuhi kebutuhan manusia. Namun perlu pula ada penyaringan informasi yang anak terima serta pengarahan jikalau anak telah meniru hal-hal yang kurang pantas untuk mereka tirukan.
PEMBAHASAN
Merujuk pada buku Konsep Dan pedoman Penguatan Pendidikan Karakter oleh kemendikbud 2017 disebutkan bahwa karakter merupakan ciri khas seseorang atau sekelompok orang yang mengacu pada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills) sebagai manifestasi dari nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan serta tantangan. Karakter dapat diartikan kemampuan individu untuk mengatasi keterbatasan fisiknya dan kemampuannya untuk membaktikan hidupnya untuk hal yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Dengan demikian, karakter yang kuat membentuk individu yang bermanfaat bagi diri sendiri dan masyarakat sekitarnya (Albertus, 2015).
Sementara itu, dalam proses menghadirkan (internalisasi) nilai-nilai pada diri peserta didik, Ki Hajar Dewantara (1962) menekankan pentingnya prinsip: (1) Ngerti, Ngroso, lan Nglakoni; (2) Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, dan Tut Wuri Handayani (Akbar,2011). Sementara itu Pendidikan karakter yang dibangun dalam pendidikan Indonesia mengacu pada Pasal 3 UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, bahwa: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak demi terciptanya peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Tujuan pendidikan yang telah diamanatkan dalam undang-undang tersebut semakin diperjelas oleh Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2017 Tentang Penguatan Pendidikan Karakter Yang lebih merinci tujuan dari penguatan pendidikan karakter dan telah tercantum dalam pasal 2 yang menyatakan bahwa penguatan pendidikan karakter bertujuan untuk
a. Membentuk diri peserta didik menuju generasi emas tahun 2045 dengan jiwa Pancasila dan pendidikan karakter yang baik guna menghadapi perubahan dimasa yang akan datang
b. Mengembangkan dasar pendidikan nasional yang meletakkan pendidikan karakter sebagai ruh dan jiwa utama dalam penyelenggaraan pendidikan bagi Peserta Didik dengan dukungan pelibatan publik yang dilakukan melalui pendidikan jalur formal, nonformal, dan informal dengan memperhatikan keragaman budaya Indonesia
c. Mebangun dan memperkuat potensi serta kompetensi pendidik, tenaga kependidikan, Peserta Didik, masyarakat, dan lingkungan keluarga dalam mengimplementasikan PPK.
Selanjutnya uraian tentang Penguatan Pendidikan Karakter yang berupa Nilai-Nilai terdapat pada pasal 3 yang menyebutkan bahwa Penguatan Pendidikan karakter dilaksanakan dengan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam pendidikan karakter terutama meliputi nilai-nilai religius, jujur, toleran, disiplin, mandiri, demokratis, peduli sosial rasa ingin tahu, disiplin, kreatif, semangat kebangsaan, menghargai prestasi, membaca, peduli lingkungan, dan bertanggung jawab. Lebih rinci dalam peraturan kemendikbud nomor 20 tahun 2018 tentang penguatan pendidikan karakter pada satuan pendidikan formal pasal 2 angka 2 disebutkan bahwa Nilai-nilai tersebut merupakan perwujudan dari 5 (lima) nilai utama yang saling berkaitan dan menjadi dasar yaitu Religiusitas, Kemandirian, Nasionalisme, Gotong royong, dan Integritas yang terintegrasi dalam kurikulum.
Dalam penerapannya penguatan pendidikan karakter harus termanifestasi dalam setiap kegiatan pembelajaran baik pada pembelajaran kurikuler, ko kurikuler maupun ekstrakurikuler. Penguatan pendidikan karakter yang terlaksana pada pendidikan formal dalam sebuah aktivitas pembelajaran saja tidak cukup mengingat masih terdapat dua pusat pendidikan lainnya dalam penguatan pendidikan karakter yaitu keluarga dan masyarakat.
Dalam upaya merealisasikan penguatan pendidikan karakter pada anak di sekolah terdapat beberapa program yaitu : (1) Penyambutan siswa dipagi hari, (2) Adanya senam pagi, (3) Bersih halaman, (4) Menyanyikan lagu-lagu Nasional, (5) Melakukan tepuk PPK. Penyambutan siswa pagi hari dimaksudkan untuk menanamkan sikap saling menghormati baik hubungan antara guru dengan siswa ataupun saling menghormati yang muda terhadap yang lebih tua. Selain itu kegiatan di pagi hari ini juga menjadi sarana komunikasi yang cukup efektif antara pihak sekolah dan orang tua ketika mengantarkan pergi sekolah. Adanya aktivitas senam pagi sebagai usaha membentuk dan mengembangkan motorik siswa agar aktif bergerak sehingga terwujud badan yang sehat. Kegiatan bersih halaman yang dilakukan setiap selesai senam pagi menanamkan sikap gotong royong pada anak untuk melakukan suatu hal secara bersama-sama. Kegiatan bersih halaman juga melatih anak untuk berinteraksi dengan warga sekolah lainnya. Selanjutnya adalah usaha untuk menanamkan jiwa nasionalisme anak yaitu dengan menyanyikan lagu-lagu nasional. Penguatan pendidikan karakter dapat pula melalui semboyan yang berulang-ulang dalam bentuk tepuk PPK yang dilakukan sebelum memulai pelajaran.
Pembiasaan lain untuk membentuk karakter baik terhadap anak yaitu dengan cara menanamkan jiwa religius melalui pembacaan surat-surat pendek yang dilakukan setiap hari jum’at. Serangkaian program yang telah dijalankan ini merupakan pengaplikasian konsep pembentukan karakter anak. Penguatan pendidikan karakter sejak dini perlu sekali dilakukan mengingat tantangan yang akan dihadapi bangsa pada masa yang akan datang. Derasnya arus informasi saat ini juga menambah khawatiran tentang perkembangan karakter anak. Namun dengan program penguatan pendidikan karakter yang telah terlaksana tersebut kami optimis bahwa anak akan tumbuh dengan karakter baik guna mengisi perjalanan bangsa dimasa yang akan datang.
Kesimpulan
Segala persoalan untuk mengatasi problematika yang ada pada era industrialisasi 4.0 tidak segampang membalikkan telapak tangan. Aliran informasi yang mengalir bebas dan siapapun dapat mengaksesnya menjadi tantangan tersendiri. Terlebih pada generasi penerus yang cenderung bersikap individualis serta memanfaatkan kemajuan teknologi tidak sebagaimana mestinya. Penggunaan teknologi tersebut digunakan dalam waktu yang cukup lama setiap harinya serta mengabaikan kondisi lingkungan yang sebenarnya. Kebiasaan ini yang akan menyebabkan individu tersebut cenderung menyendiri dan tertutup serta sulit dalam berinteraksi secara langsung. Maka tidak mengherankan jika individu tersebut lebih atau meniru apa yang sedang terjadi di dunia maya tidak terkecuali umpatan dan cacian dari satu kelompok kepada kelompok lainnya. Kemampuan yang harus menjadi kunci di era Revolusi Industri 4.0 adalah Critical Thinking And Problem Solving Skill, kemampuan berpikir kritis dan kemampuan menyelesaikan masalah, Communication And Collaboration Skill, kemampuan untuk mengkomunikasikan Sesuatu atau gagasan, Creativity And Innovative Skill, sikap dan tindakan kreatif serta inovatif dalam segala tantangan. Kemampuan tersebut wajib dikuasai oleh setiap individu terlebih bagi generasi penerus agar tidak gagap dan gugup menyongsong revolusi Industri selanjutnya. Selain daripada itu hal konkrit lainnya untuk menanamkan karakter pada generasi penerus jenjang pendidikan dasar adalah dengan memaksimalkan menanamkan Penguatan Pendidikan Karakter. Pendidikan dasar di Negeri ini telah ditanamkan karakter yang lebih kompleks yaitu Religius, Nasionalis, Gotong Royong, Mandiri, dan Integritas dengan demikian moral dan karakter yang tertanam pada setiap individu penerus bangsa akan menjadi karakter building yang tidak dapat dengan mudah terkikis oleh budaya lainnya berkat kebebasan mengakses informasi yang menjadi ciri khas Revolusi Industri 4.0
DAFTAR RUJUKAN
Akbar, Sa’dun. 2011. Revitalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Pendidikan Dasar, 8 juni 2011, Malang: Universitas Negeri Malang.
Albertus, Doni Koesoema. 2015. Pendidikan Karakter Utuh dan Menyeluruh. Yogyakarta: Kanisius.
Depdiknas. 2018. Pedoman penguatan pendidikan karakter berbasis budaya sekolah. Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas. 2018. Pedoman penguatan pendidikan karakter berbasis kelas.Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas. 2018. Pedoman penguatan pendidikan karakter berbasis masyarakat. Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas. 2003. Undang-undang RI No.20 tahun 2003.tentang sistem pendidikan nasional
Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter. Jakarta: Depdiknas.
Permendikbud, 2018. Salinan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Penguatan Pendidikan Karakter pada Satuan Pendidikan Formal.
Latif Yudi. 2014. “Keharusan Revolusi Mental”, dalam Jansen Sinamo (ed.), Revolusi Mental, dalam Institusi, Birokrasi dan Korporasi, Jakarta: Institut Darma Mahardika.
*)Penulis: MOH. BADRUL BARI, Akademisi & Praktisi Media
*)Artikel ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis.