Seperti di antaranya yakni, Surat Penetapan 10 November 1945 sebagai Hari Raya Pahlawan oleh Pemerintah RI, Naskah Asli Pidato Soekarno saat Peresmian Tugu Pahlawan pada 10 November 1952, dokumen Resolusi Jihad yang dikeluarkan Nahdlatul Ulama (NU) dan lainnya.
Ada pula tiga fotografer yang karya-karyanya dipamerkan yakni Andreas Arisotya, Hengky Khresno Purwoko, dan Hito Susatyo. Yayan juga menyebutkan, bahwa ketiganya terlibat sejak awal untuk mendokumentasikan proses produksi film.
“Mereka semua fotografer profesional dengan karakteristik/gaya karya masing-masing. Seluruh karya foto telah melalui proses kurasi dengan mempertimbangkan aspek kesejarahan dan estetika,” ujar Yayan yang juga sukses dengan pameran foto Surabaya Lintas Masa pada September 2022 lalu.
Agar tidak menjadi pameran pada umumnya, event ini juga dirancang dengan diisi agenda diskusi tematik, teatrikal, serta workshop pembuatan seragam dan atribut pejuang. Ini diharapkan agar pengunjung dapat lebih mengerti arti atau makna setiap koleksi yang dipamerkan.
Baca juga: Jalur Curah Kobokan dan Kajar Kuning Lumajang Mulai Diperbaiki
Tiga tema diskusi itu terdiri dari ragam baju pejuang yang digunakan saat perang 10 November 1945, reka-ulang sebagai praktik edukasi dan rekreasi sejarah, serta behind the scene film Soera Ing Baja yang akan menghadirkan sutradara serta para fotografer.
Sementara itu, Dosen Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga (Unair), Kukuh Yudha Karnanta yang juga turut menginisiasi pameran ini mengatakan, parade event Soera Ing Baja dapat menjadi model bagi terciptanya ekosistem seni – budaya bertema sejarah kepahlawanan.
“Event ini, juga film Soera Ing Baja, bukan semata sebagai produk seni. Kalau kita cermati proses kreatifnya, saya kira ini menunjukkan kolaborasi yang luar biasa. Ada mahasiswa generasi Z, ada teman-teman komunitas yang berpengalaman, ada praktisi media, akademisi, bahkan Wali Kota Eri Cahyadi pun ikut. Semuanya dapat memainkan peran dan saling menopang,” ujarnya.
Kukuh optimis, apabila acara serupa ini rutin diselenggarakan, maka ekosistem seni-budaya di Surabaya akan semakin kondusif dan kian produktif. (*)