Membungkus Rusia-Ukraina dalam Misi Perdamaian Global

Shofy Maulidya Fatihah
Annisa Hayatun Nufus, Mahasiswa Semester 2 Hubungan Internasional, Universitas Muhammadiyah Malang
Annisa Hayatun Nufus, Mahasiswa Semester 2 Hubungan Internasional, Universitas Muhammadiyah Malang

Wartacakrawala.com – Sebagaimana yang telah diketahui, ketegangan antara Rusia dan dan Ukraina semakin memanas. Ketegangan tersebut semakin memuncak lagi dengan adanya keinginan Ukraina bergabung kepada NATO (North Atlantic Treaty Organization) sebuah aliansi atau gerakan militer Eropa. Adanya keinginan bergabung juga bukan tanpa alasan, Ukraina bergabung dengan NATO dilandasi dengan adanya keinginan meningkatkan dukungan dan jaminan militer dari pihak asing.

Namun, Dari sisi sejarah presiden Rusia menyatakan sampai kapan pun Ukraina merupakan bagian dari Rusia. Layaknya seseorang yang tidak bisa “move-on”, Rusia masih menganggap Bahwa dirinya mampu menyatukan dan membangun lagi negara-negara sekitar seperti Uni Soviet terdahulu.

Peperangan yang semakin memanas menyebabkan kedua negara itu saling mengeluarkan embargo yang ditambah lagi dengan keikutsertaan AS dalam permasalahan tersebut semakin membuat geram Rusia. Peperangan tersebut memanglah hanya dua negara yang terlibat, tapi bagaimana dengan dampaknya? Ternyata konflik kedua negara ini mampu menghambat pertumbuhan ekonomi di negara-negara sekitar, baik dalam segi militer maupun ketahanan pangan.

Baca juga: Lewat Tanaman Gadung, Mahasiswa Universitas Trunojoyo Angkat Potensi Desa Pule

Hal tersebut menarik pandangan Indonesia sebagai presidency G20, maka diadakanlah kunjungan kedua negara tersebut. Indonesia memanglah bukan negara great power, namun jika dilihat lagi bukankah presiden RI ini memiliki keberanian dan pemikiran yang out of the box? Tanpa disadari presiden mana yang mau berkunjung ke negara konflik? Dengan membawa ibu negara, Jokowi memantapkan kunjungan kedua negara tersebut. Hal ini dapat dipahami bahwa Indonesia mampu menjadi perantara serta penyeimbang antara kedua negara yang penuh konflik ini.

Jika ditinjau lebih dalam lagi, Kunjungan Jokowi ke Ukraina dan Rusia menggunakan teori studi perdamaian dengan konsep diplomasi. Adanya kunjungan Jokowi tersebut berprinsip pada kebijakan luar negeri yang bebas aktif dan juga Indonesia bertanggung jawab atas suksesnya G20. Untuk mendorong kesuksesan G20 Indonesia sebagai presidency G20 menghadirkan gencatan senjata dalam diplomasi tersebut, gencatan tersebut dijelaskan dan digambarkan melalui krisis pangan yang terjadi di beberapa negara berkembang.

Krisis pangan itu sendiri disebabkan menurunnya pasokan bahan pertanian dari Ukraina yang tidak mampu melakukan ekspor sebab telah di embargo Rusia. Maka sebagai Presiden G20 indonesia berhak mengutarakan terkait dampak perang kedua negara ini sangat berpengaruh bagi negara yang terdampak perang dan juga menginginkan rantai pangan dan pupuk global kembali normal sebab banyak negara yang bergantung sekali pada bahan pertanian tersebut. Jika krisis pangan meningkat maka kematian dan anjloknya ekonomi akan semakin meningkat pesat.

Baca juga: Adakan Dialog, FKPM2 Bedah Kontribusi Pemuda dan Mahasiswa dalam Aspek Sosial dan Ekonomi Pasca Pandemi

Hal itu diperjelas dengan pernyataan Organisasi pangan dan pertanian PBB yang menyatakan bahwa jumlah orang yang kekurangan gizi dapat meningkat delapan sampai 13 juta orang selama tahun sekarang dan tahun depan. Hal tersebut dapat di logika kan bahwasannya dampak konflik tersebut sangat mempengaruhi kehidupan global.

Sebagaimana kita ketahui Indonesia merupakan mitra penting dari Rusia sebab adanya hubungan politik dan ekonomi yang intensif. Selain itu, Indonesia juga memilih mempertahankan keputusannya untuk tetap mengundang Rusia dalam KTT G20 Bali. Maka dari itu sebagai mitra Indonesia memberikan saran untuk sama-sama membangun kembali rasa kemanusiaan dan mengakhiri buruknya ekonomi global akibat konflik kedua negara tersebut.

Dalam pidatonya, Jokowi menyatakan “Perang tidak akan menguntungkan siapa pun. Dunia tidak memiliki pilihan lain kecuali menghentikan perang kali ini juga”. Jokowi juga menegaskan bahwa setiap negara, setiap pemimpin memiliki tanggung jawab untuk menciptakan keamanan serta lingkungan yang kondusif guna menghentikan peperangan dan perdamaian dapat diwujudkan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post
Mahasiswa KNN 06 Universitas Trunojoyo Madura bersama ibu PKK usai melaksanakan Sosialisasi

Lewat Tanaman Gadung, Mahasiswa Universitas Trunojoyo Angkat Potensi Desa Pule

Next Post
Upacara peringatan Hari Bhayangkara 76 Polda Jatim, Selasa (05/07/2022) pagi

Dipimpin Presiden Jokowi, Polda Jatim Ikuti Peringatan Hari Bhayangkara 76 secara Virtual

Related Posts