Wartacakrawala.com – Apa itu kudeta militer? Kudeta militer merupakan tindakan pengambil-alihan kekuasaan yang dilakukan oleh militer. Biasanya, kudeta dilakukan apabila keadaan sebuah negara memburuk dari aspek ekonomi maupun politiknya. Selain itu, kudeta juga biasanya dilakukan apabila muncul rasa tidak percaya terhadap pemerintah yang sedang berkuasa.
Dalam kasus Myanmar, kudeta sudah terjadi sejak tahun 1962 yang dipimpin oleh Jenderal Ne Win. Hal tersebut menjadi awal mula keruntuhan demokrasi di Myanmar. Sejak saat itu, catatan politik Myanmar menjadi salah satu negara yang terburuk di dunia karena militer menggunakan kekuasaannya untuk melakukan tindakan penindasan, penahanan, serta penyiksaan terhadap rakyat Myanmar.
Tindakan yang dilakukan oleh militer membuat rakyat melakukan pemberontakan, sehingga lahirlah National League for Democracy (NLD) yang kemudian menyuarakan perlunya demokrasi dalam sistem politik Myanmar.
Baca juga: Legal Reasoning Kemenangan PS Glow Melawan MS Glow di Pengadilan Niaga Surabaya
Tidak hanya itu, tindakan yang dilakukan oleh militer tersebut juga menuai kecaman dari dunia internasional, terutama Indonesia sebagai negara yang menganut sistem demokrasi. Sehingga, apabila melihat suatu negara yang terancam demokrasinya, Indonesia merasa perlu untuk memberikan bantuan melalui tindakan diplomasi. Tindakan tersebut dilakukan Indonesia untuk mempertahankan hak-hak rakyat yang diambil paksa oleh pemerintahan militer. Melalui adanya Shuttle Diplomacy, Indonesia berupaya untuk menyelesaikan konflik kudeta militer yang terjadi di Myanmar.
Nah, apa sih yang disebut dengan Shuttle Diplomacy itu? Bagaimana tindakan yang dilakukan oleh Indonesia melalui Shuttle Diplomacy?
Shuttle Diplomacy sendiri adalah tindakan yang dilakukan oleh Retno Marsudi sebagai Menteri Luar Negeri Indonesia dengan cara berkunjung ke negara-negara anggota ASEAN, seperti Brunei Darussalam, Singapura, dan juga Thailand dalam rangka berdiskusi serta berkonsultasi untuk mencari solusi bersama mengenai konflik kudeta militer di Myanmar. Kemudian, upaya lain juga dilakukan oleh organisasi regional, yaitu ASEAN dengan menyelenggarakan KTT ASEAN Jakarta 2021.
Baca juga: Social and Cultural Environments : Lingkungan Sosial dan Budaya
Dalam KTT ASEAN tersebut secara khusus membahas upaya untuk Myanmar bangkit dari krisis kudeta militer yang dialaminya. Ternyata, berbagai upaya yang dilakukan tidak berakhir sia-sia, upaya tersebut menghasilkan beberapa konsensus, yaitu mempertegas kembali bahwa kekerasan di Myanmar harus segera dihentikan, adanya dialog yang bersifat konstruktif untuk mencari solusi damai, dan juga ASEAN memberikan fasilitas untuk mediasi dan memberikan bantuan kemanusiaan melalui AHA Center.
Dari berbagai upaya yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa tindakan kudeta yang dilakukan oleh militer di Myanmar termasuk dalam tindakan berbahaya dan sangat mengkhawatirkan apabila tidak segera ditangani dengan baik dan tepat.
Berbagai upaya yang dilakukan juga bertujuan supaya meringankan beban Myanmar atas konflik yang terjadi di negaranya. Sebagai negara yang menganut sistem demokrasi, Indonesia juga memiliki kewajiban untuk ikut dalam pencapaian perdamaian dunia melalui tindakan diplomasinya. Hal tersebut dapat menjadi langkah-langkah bagi Indonesia dalam menyuarakan dan menerapkan nilai-nilai demokrasi.
*)Penulis: Devi Nuryana Safitri, Universitas Muhammadiyah Malang
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi Wartacakrawala.com
*)Opini di Wartacakrawala.com terbuka untuk umum
*)Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim