Buktinya hari ini mimbar-mimbar pengadilan menjadi terisolasi dengan pengertian kepastian hukum saja, semua hanya digantungkan terhadap undang-undang (keadilan prosedural), tanpa membuka peluang untuk menggali nilai keadilan yang hidup di masyarakat (keadilan sosial).
Maka tidak heran jika kita sering melihat bahwa ada orang yang jelas-jelas korupsi bisa dihukum dengan ringan bahkan bebas dari jeratan hukum, atau ada orang yang jelas-jelas miskin dan lapar lalu mencuri buah singkong divonis hukuman sangat berat, tentu saja menurut keadilan prosedural (Undang-undang) ini sudah sesuai, tetapi dalam sudut pandang keadilan sosial hal ini sangat jauh bertolak belakang. Padahal menurut Gustav Radbruch tujuan hukum bukan hanya kepastian, tapi Kemanfaatan, Kepastian, dan Keadilan.
Begitupun para law maker atau legal drafter kita hari ini, pada akhirnya hanya memanfaatkan undang-undang sebagai alat melindungi segenap kepentingan kekuasaan dan para kuasa modal, dengan demikian akhirnya hukum dibuat dengan pandangan subjektif dan tidak berdiri bersama basis sosial dimana harusnya hukum mendapatkan legitimasi dan kepercayaan, terjadinya distrust dan penolakan-penolakan adalah salah satu buktinya.
Baca juga: Matematika dalam Film The Imitation Game
Padahal dalam konteks negara moderen, hukum hanya akan berdaya guna bila memiliki kebenaran rasional yang dapat dipertanggung jawabkan berdasarkan prinsip logis-kritis (Faisal. Ilmu Hukum. Thafa media 2015) bukan hanya sebagai a collection of bealiefs atau seperangkat keyakinan yang digunakan sebagai alat pengendali tertib sosial.
Prinsip positivisme sebenarnya sudah sering di kritik oleh pemikir-pemikir hukum dunia, misalnya yang getol mengkritisi positivisme adalah kelompok Critical Legal Studies, dan pemikir nasional salah satunya adalah Prof. Satjipto Rahardjo dengan konsep hukum progresif nya.
Akhirnya kita harus kembali terhadap rule yang telah dibuat oleh para pendiri bangsa kita, terhadap bintang pemandu (leitstar), cita hukum (Rechtsidee) atau Pancasila, serta konstitusi atau UUD NRI 1945 yang memantapkan bahwa negara kita adalah negara hukum bukan negara pasal-pasal, serta pintu terakhir dari segala cita-cita hukum kita adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
*)Penulis: Diyaul Hakki, S.H., Legal Consultant And Paralegal at Permata Law And Partners
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi Wartacakrawala.com
*)Opini di Wartacakrawala.com terbuka untuk umum
*)Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim